Senin, 22 Agustus 2011

Selamat Merayakan Prasangka ...

Seorang sahabat berkonsultasi, “ Man, tidak tahu kenapa, belakangan ini, aku dilanda malas yang akut. Tilawahku kering, tanpa tadabbur, hanya bunyi ayat ayat Allah yang hambar kulantunkan. Tahajud malas-malasan, sepekan paling dua kali, itupun hanya sempat dengan tiga roka’at Witir. Bacaanku payah. Belajarku amburadul. Yang kudengarkan-pun, berubah. Awalnya Murottal, kemudian Nasyid haroki, Nasyid cinta - cintaan dan terakhir lagu Pop. Asli. Aku tidak tahu kenapa? Aku Bingung.” pertanyaan yang bertubi-tubi. Aku hampir terkapar menerimanya.

Aku hanya diam. Mencoba meraba hatinya. Ada bongkah yang sepertinya disembunyikan. Aku mengumpan, “ Bagaimana hubungan antum dengan Keluarga?” tanyaku kemudian.

“Alhamdulillah, Baik. Kemarin aku baru menelpon Ibu, kakak dan adik-adikku.” Jawabnya.

“Lho? Kamu gak menelpon Ayahmu?” tanyaku.

“Ayahku sudah meninggal sejak aku SD Man.” Jawabnya, kemudian terdiam.

“ Innalillahi. Ma’af, Aku tidak tahu.” Aku merasa bersalah, karena pertanyaanku seperti membuka luka di hatinya, mengingatkannya pada sosok Ayah, yang merupakan pahlawan bagi semua anaknya.

“ Hubunganmu dengan teman-temanmu gimana?” Aku kembali mengorek data dari dirinya.

“ Lumayan sich,” katanya ragu, seperti menutupi sesuatu.

“ Maksudnya? Lumayan gimana?”. Aku menangkap keraguan dalam tuturnya.

“ Sebenarnya ini masalahku Man. Ada sahabat yang belakangan ini ku-buruk sangka-i. Aneh. Aku juga tidak tahu alasannya. Aku mengira, bahwa dia (sebut saja fulan) telah menaruh iri pada diriku.” Dia diam.

“ Iri? Maksudnya? “ Aku menabrak tuturnya.

“ Iya, Aku mengira dia iri pada diriku. Tapi, setelah kupikir-kupikir, Aku tak punya satu alasanpun untuk di-irikan olehnya. Fulan, sahabatku itu adalah orang yang Aku, bukan apa-apa baginya. Di kantor, Ia adalah seniorku. Di pengajian, Dia lebih dulu bergabung dari diriku. Otomatis, materinya lebih banyak dari yang baru kuperoleh. Hafalan qur’anku, bukan apa-apanya. Tilawah Qur’anku, juga tak pantas untuk disandingkan dengan tilawahnya. Aku yang tertatih lelah sehari satu juz, Ia bisa dua juz. Bahkan lebih. Padahal, kerjanya sibuk. Sering keluar kantor, kadang juga berat. Sedangkan Aku ? hanya duduk manis di depan computer, persis tanpa mengeluarkan banyak tenaga. Gajiannya-pun jauh lebih besar dari gajianku. Bisnisnya juga lancar, tak selancar punyaku.” Ia bertutur, seperti sudah dihafalkan.

“ Lalu, apa yang kemudian membuatmu berprasangka bahwa Dia iri kepadamu?” tanyaku, sama bingungnya.

“ Mungkin, karena Aku kuliah sedangkan Dia KULI.” jawabnya ragu.

“ Tapi, nampaknya juga bukan itu. Soalnya, walaupun kuli, bacaannya banyak. Ia menguasai apa yang tidak kuketahui. Ia membaca lebih banyak dari yang kubaca. Walau dia KULI, kurasa dia lebih pantas menjadi Mahasiswa daripada diriku yang kuliah” belum kutanya, Dia kembali bertutur.

“ Kamu pingin tahu? Apa yang menyebabakan Gelapnya hatimu?” tanyaku, sedikit membuatnya penasaran.

“Tentu saja Man. Kalau tidak, buat apa aku bertutur panjang kalam padamu.” jawabnya menyambar.

“ Penyebabnya adalah PRASANGKA. Ingat Firman Allah, INNA BA’DADH DHONNI ITSMUN. Sesungguhnya, setelah Prasangka adalah Dosa. Prasangka yang dialamatkan secara membabi buta, terlebih kepada saudara semuslim,saudara semukmin, tidaklah menambah apa – apa, kecuali noda hitam yang kemudian memekatkan hati. Itu yang terjadi padamu. Jadi,  jangan sibuk dengan prasangkamu yang tidak Ilmiah. Apalagi Allah dan RasulNya secara jelas melarang hal itu. Segeralah berwudhu, istighfar sebanyak-banyaknya, kemudian minta maaf kepada saudaramu itu. Hindari prasangka buruk, sekecil apapun, kepada siapapun, selama tidak ada bukti. Jika ada bukti, bukan prasangka lagi, melainkan waspada. Semoga Allah selalu menjaga kita, dari godaan setan yang terkutuk.” Kataku menasehati, diriku juga dirinya.
Matanya hendak melelehkan air, Ia kemudian tertunduk. Aku membiarkannya dalam syahdu. Aku ingin dia memaknai kekhilafannya. Berharap ia juga mengingatkanku ketika silap.
“ Kau benar Man. Aku Khilaf. Aku memang banyak berprasangka, tanpa bukti Ilmiah. Aku juga telah menyalahi aturan Allah karena telah berprasangka buruk kepada si Fulan. Padahal Dia adalah  orang yang menjadi salah satu perantara dalam mendekati Allah Subhanahu Wa Ta’alaa. Terima kasih ya Man. Aku pamit pulang. Sudah ditunggu istriku.” Ia bersalaman. Aku mendekapnya, hangat. Dekapan seorang Bujang kepada seorang Suami muda, beranak satu.

***


Sahabat, tanpa disadari, dosa kecil bisa berdampak besar. Hanya sekedar prasangka, ternyata bisa menggelapkan hati. Na’udzubillah.

Sebuah kisah yang mudah mudahan membuat kita lebih hati-hati dalam menjaga hati. Karena hati, adalah raja. Sedangkan yang lainnya adalah prajurit. Sabda Nabi, “ Jika segumpal darah itu baik, maka baik pulalah seluruh anggota tubuh lainnya. Dan jika ia buruk , maka buruk pulalah anggota tubuh lainnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah HATI.”

Dalam berinteraksi, gesekan, bahkan tekanan kerapkali terjadi. Ini adalah niscaya dalam kehidupan. Karena kehidupan, sejatinya adalah proses menuju kedewasaan. Ia akan bermakna manakala kita bisa melalui semua ritangan dengan gemilang. Walau tertaih melangkah, semoga kita senantiasa bisa finish dengan sukses. Oleh karenanya, kualitas kita, ditentukan oleh sebijak apa kita dalam menghadapi masalah yang datang itu. Dan kedekatan dengan Allah dalam hal ini, adalah NISCAYA.

Kedekatan dengan Allah, melalu berbagai amal sholih, layaknya bahan bakar bagi sebuah kendaraan. Kendaraan kita, jika mesin dan komponen lain bagus, pastilah akan melaju kencang selama bahan bakarnya penuh. Di jalan, kendaraan ini tak mungkin mogok, bi idznillah. Begitupun dengan diri kita. Maka, sekali lagi, kedekatan dengan Allah adalah suatu keharusan jika kita ingin melaju pasti dalam mengarungi sirkuit kehidupan yang semakin terjal, berliku dan penuh rintangan ini. Selayaknya bagi ita untuk peka, untuk terus merapat ke langit, agar kokoh di bumi.

Sobat sekalian, tabiat manusia, adalah lupa. Ia sering melupakan kebaikan orang lain yang bertumpuk-tumpuk telah dilakukannya kepada kita, dan mengingat secuil keburukan orang tersebut. Hal ini tidaklah bijak. Karena pribadi seperti ini, lebih jelas dalam melihat semut di ujung sungai, daripada gajah yang besar dipelupuk matanya. Seperti sebuah pepatah yang menasehati, “ Susu Sebelangga Rusak karena nIla setitik.” semoga kita tidak termasuk dalam golongan seperti ini. Amiin.

Sementara itu, penelitian medis membuktijan, bahwa prasangka buruk yang kita alamatkan kepada saudara kita, tidak hanya berdmapak bagi pekatnya hati kita. Melainkan juga menimbuk\lkan penyakit pada fisik kita. Prasangka yang kemudian menimbulkan cemas sehinga bisa berujung pada penyakit jantung dan seterusnya. Jadi, Prasangka, sama sekali tidak menguntungkan.

Satu hal yang perlu kita camkan. Bahwa kemuliaan orang yang kita prasangkai, tidaklah berkurang sedikitpun, karena prasangka buruk kita. Orang yang kita prasangkai, manakala itu tidak sesuai dengan apa yang kita prasangkakan, maka ia akan beruntung. Karena dosanya telah diurangi oleh prasangka kita. Bisa jadi pula, kemuliaannya akan bertambah di sisi Allah. Alih-alih untung karena prasangka, yang kita dapati adalah rugi yang bertubi-tubi. So, Say No To Negative Thingking!

Kemudian, yang perlu diingat adalah dua hal, Kebaikan Orang lain kepada kita, dan keburukan Kita kepada orang lain. Begitupun denga dua hal yang harus kita lupakan, selupa-lupanya, yaitu Keburukan orang lain kepada kita dan kebaikan kita kepada orang lain. Semoga dengan empat hal ini, kita bisa terbebas dari berprasangka buruk kepada sahabat-sahabat kita.

Akhir kalam, Mari terus  dekatkan diri kepada Allah, semapu kita. Semoga Allah menjaga kita dari godaan setan yang terkutuk. Semoga Allah menunjuki kita kepada jalan yang Lurus. Hindari Prasangka, sekecil apapun, kepada siapapun, terlebih kepada saudara semuslim juga semukmin. Salam Ukhuwah.
Sahabat, aku mencintai kalian. Karena Allah …

Depok, 5 Jumadil Tsani 1432 H.
Ketika Senja menyapaku lembut, dengan kehangatan yang menginspirasi. Ia mengintipku dari balik jendela.  Ia seperti bergumam,”Man, Tataplah keindahanku” ….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar