Senin, 22 Agustus 2011

Selamat Merayakan Prasangka ...

Seorang sahabat berkonsultasi, “ Man, tidak tahu kenapa, belakangan ini, aku dilanda malas yang akut. Tilawahku kering, tanpa tadabbur, hanya bunyi ayat ayat Allah yang hambar kulantunkan. Tahajud malas-malasan, sepekan paling dua kali, itupun hanya sempat dengan tiga roka’at Witir. Bacaanku payah. Belajarku amburadul. Yang kudengarkan-pun, berubah. Awalnya Murottal, kemudian Nasyid haroki, Nasyid cinta - cintaan dan terakhir lagu Pop. Asli. Aku tidak tahu kenapa? Aku Bingung.” pertanyaan yang bertubi-tubi. Aku hampir terkapar menerimanya.

Aku hanya diam. Mencoba meraba hatinya. Ada bongkah yang sepertinya disembunyikan. Aku mengumpan, “ Bagaimana hubungan antum dengan Keluarga?” tanyaku kemudian.

“Alhamdulillah, Baik. Kemarin aku baru menelpon Ibu, kakak dan adik-adikku.” Jawabnya.

“Lho? Kamu gak menelpon Ayahmu?” tanyaku.

“Ayahku sudah meninggal sejak aku SD Man.” Jawabnya, kemudian terdiam.

“ Innalillahi. Ma’af, Aku tidak tahu.” Aku merasa bersalah, karena pertanyaanku seperti membuka luka di hatinya, mengingatkannya pada sosok Ayah, yang merupakan pahlawan bagi semua anaknya.

“ Hubunganmu dengan teman-temanmu gimana?” Aku kembali mengorek data dari dirinya.

“ Lumayan sich,” katanya ragu, seperti menutupi sesuatu.

“ Maksudnya? Lumayan gimana?”. Aku menangkap keraguan dalam tuturnya.

“ Sebenarnya ini masalahku Man. Ada sahabat yang belakangan ini ku-buruk sangka-i. Aneh. Aku juga tidak tahu alasannya. Aku mengira, bahwa dia (sebut saja fulan) telah menaruh iri pada diriku.” Dia diam.

“ Iri? Maksudnya? “ Aku menabrak tuturnya.

“ Iya, Aku mengira dia iri pada diriku. Tapi, setelah kupikir-kupikir, Aku tak punya satu alasanpun untuk di-irikan olehnya. Fulan, sahabatku itu adalah orang yang Aku, bukan apa-apa baginya. Di kantor, Ia adalah seniorku. Di pengajian, Dia lebih dulu bergabung dari diriku. Otomatis, materinya lebih banyak dari yang baru kuperoleh. Hafalan qur’anku, bukan apa-apanya. Tilawah Qur’anku, juga tak pantas untuk disandingkan dengan tilawahnya. Aku yang tertatih lelah sehari satu juz, Ia bisa dua juz. Bahkan lebih. Padahal, kerjanya sibuk. Sering keluar kantor, kadang juga berat. Sedangkan Aku ? hanya duduk manis di depan computer, persis tanpa mengeluarkan banyak tenaga. Gajiannya-pun jauh lebih besar dari gajianku. Bisnisnya juga lancar, tak selancar punyaku.” Ia bertutur, seperti sudah dihafalkan.

“ Lalu, apa yang kemudian membuatmu berprasangka bahwa Dia iri kepadamu?” tanyaku, sama bingungnya.

“ Mungkin, karena Aku kuliah sedangkan Dia KULI.” jawabnya ragu.

“ Tapi, nampaknya juga bukan itu. Soalnya, walaupun kuli, bacaannya banyak. Ia menguasai apa yang tidak kuketahui. Ia membaca lebih banyak dari yang kubaca. Walau dia KULI, kurasa dia lebih pantas menjadi Mahasiswa daripada diriku yang kuliah” belum kutanya, Dia kembali bertutur.

“ Kamu pingin tahu? Apa yang menyebabakan Gelapnya hatimu?” tanyaku, sedikit membuatnya penasaran.

“Tentu saja Man. Kalau tidak, buat apa aku bertutur panjang kalam padamu.” jawabnya menyambar.

“ Penyebabnya adalah PRASANGKA. Ingat Firman Allah, INNA BA’DADH DHONNI ITSMUN. Sesungguhnya, setelah Prasangka adalah Dosa. Prasangka yang dialamatkan secara membabi buta, terlebih kepada saudara semuslim,saudara semukmin, tidaklah menambah apa – apa, kecuali noda hitam yang kemudian memekatkan hati. Itu yang terjadi padamu. Jadi,  jangan sibuk dengan prasangkamu yang tidak Ilmiah. Apalagi Allah dan RasulNya secara jelas melarang hal itu. Segeralah berwudhu, istighfar sebanyak-banyaknya, kemudian minta maaf kepada saudaramu itu. Hindari prasangka buruk, sekecil apapun, kepada siapapun, selama tidak ada bukti. Jika ada bukti, bukan prasangka lagi, melainkan waspada. Semoga Allah selalu menjaga kita, dari godaan setan yang terkutuk.” Kataku menasehati, diriku juga dirinya.
Matanya hendak melelehkan air, Ia kemudian tertunduk. Aku membiarkannya dalam syahdu. Aku ingin dia memaknai kekhilafannya. Berharap ia juga mengingatkanku ketika silap.
“ Kau benar Man. Aku Khilaf. Aku memang banyak berprasangka, tanpa bukti Ilmiah. Aku juga telah menyalahi aturan Allah karena telah berprasangka buruk kepada si Fulan. Padahal Dia adalah  orang yang menjadi salah satu perantara dalam mendekati Allah Subhanahu Wa Ta’alaa. Terima kasih ya Man. Aku pamit pulang. Sudah ditunggu istriku.” Ia bersalaman. Aku mendekapnya, hangat. Dekapan seorang Bujang kepada seorang Suami muda, beranak satu.

***


Sahabat, tanpa disadari, dosa kecil bisa berdampak besar. Hanya sekedar prasangka, ternyata bisa menggelapkan hati. Na’udzubillah.

Sebuah kisah yang mudah mudahan membuat kita lebih hati-hati dalam menjaga hati. Karena hati, adalah raja. Sedangkan yang lainnya adalah prajurit. Sabda Nabi, “ Jika segumpal darah itu baik, maka baik pulalah seluruh anggota tubuh lainnya. Dan jika ia buruk , maka buruk pulalah anggota tubuh lainnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah HATI.”

Dalam berinteraksi, gesekan, bahkan tekanan kerapkali terjadi. Ini adalah niscaya dalam kehidupan. Karena kehidupan, sejatinya adalah proses menuju kedewasaan. Ia akan bermakna manakala kita bisa melalui semua ritangan dengan gemilang. Walau tertaih melangkah, semoga kita senantiasa bisa finish dengan sukses. Oleh karenanya, kualitas kita, ditentukan oleh sebijak apa kita dalam menghadapi masalah yang datang itu. Dan kedekatan dengan Allah dalam hal ini, adalah NISCAYA.

Kedekatan dengan Allah, melalu berbagai amal sholih, layaknya bahan bakar bagi sebuah kendaraan. Kendaraan kita, jika mesin dan komponen lain bagus, pastilah akan melaju kencang selama bahan bakarnya penuh. Di jalan, kendaraan ini tak mungkin mogok, bi idznillah. Begitupun dengan diri kita. Maka, sekali lagi, kedekatan dengan Allah adalah suatu keharusan jika kita ingin melaju pasti dalam mengarungi sirkuit kehidupan yang semakin terjal, berliku dan penuh rintangan ini. Selayaknya bagi ita untuk peka, untuk terus merapat ke langit, agar kokoh di bumi.

Sobat sekalian, tabiat manusia, adalah lupa. Ia sering melupakan kebaikan orang lain yang bertumpuk-tumpuk telah dilakukannya kepada kita, dan mengingat secuil keburukan orang tersebut. Hal ini tidaklah bijak. Karena pribadi seperti ini, lebih jelas dalam melihat semut di ujung sungai, daripada gajah yang besar dipelupuk matanya. Seperti sebuah pepatah yang menasehati, “ Susu Sebelangga Rusak karena nIla setitik.” semoga kita tidak termasuk dalam golongan seperti ini. Amiin.

Sementara itu, penelitian medis membuktijan, bahwa prasangka buruk yang kita alamatkan kepada saudara kita, tidak hanya berdmapak bagi pekatnya hati kita. Melainkan juga menimbuk\lkan penyakit pada fisik kita. Prasangka yang kemudian menimbulkan cemas sehinga bisa berujung pada penyakit jantung dan seterusnya. Jadi, Prasangka, sama sekali tidak menguntungkan.

Satu hal yang perlu kita camkan. Bahwa kemuliaan orang yang kita prasangkai, tidaklah berkurang sedikitpun, karena prasangka buruk kita. Orang yang kita prasangkai, manakala itu tidak sesuai dengan apa yang kita prasangkakan, maka ia akan beruntung. Karena dosanya telah diurangi oleh prasangka kita. Bisa jadi pula, kemuliaannya akan bertambah di sisi Allah. Alih-alih untung karena prasangka, yang kita dapati adalah rugi yang bertubi-tubi. So, Say No To Negative Thingking!

Kemudian, yang perlu diingat adalah dua hal, Kebaikan Orang lain kepada kita, dan keburukan Kita kepada orang lain. Begitupun denga dua hal yang harus kita lupakan, selupa-lupanya, yaitu Keburukan orang lain kepada kita dan kebaikan kita kepada orang lain. Semoga dengan empat hal ini, kita bisa terbebas dari berprasangka buruk kepada sahabat-sahabat kita.

Akhir kalam, Mari terus  dekatkan diri kepada Allah, semapu kita. Semoga Allah menjaga kita dari godaan setan yang terkutuk. Semoga Allah menunjuki kita kepada jalan yang Lurus. Hindari Prasangka, sekecil apapun, kepada siapapun, terlebih kepada saudara semuslim juga semukmin. Salam Ukhuwah.
Sahabat, aku mencintai kalian. Karena Allah …

Depok, 5 Jumadil Tsani 1432 H.
Ketika Senja menyapaku lembut, dengan kehangatan yang menginspirasi. Ia mengintipku dari balik jendela.  Ia seperti bergumam,”Man, Tataplah keindahanku” ….

Catatan Kematian.

Bismillah,
Saya awali cerita ini dengan mengingat sebuah hadits masyhur, hadits yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Hadits yang seharusnya membuat kita lebih bijak dalam menjalani hidup, mengumpulkan bekal untuk datangnya MATI. Hadits tersebut berbunyi,” Perbanyaklah mengingat Penggugur semua Nikmat, yaitu KEMATIAN.” Sebuah hadits singkat yang menghenyakkan. Seharusnya, tidur kita tidak nyenyak, manakala hadits ini kita baca sementara bekal yang kita kumpulkan kurang. Sementara itu, kita justru terbuai dengan aneka warna nikmat yang Allah berikan kepada kita. Sehingga kita lupa MATI.

***

Catatan Pertama.

Jum’at, 10 Jumadil Tsani 1432 H / 13 Mei 2011 M
Selepas subuh, saya menyenderkan punggung ke dinding samping kanan masjid. Hendak memulai tilawah. Dengan langkah yang pasti, Pak Ali, salah satu pengurus masjid mengambil alih Microphone. Di tangannya ada selembar kertas putih. Nampaknya, ia akan membacakan isi tulisan di kertas tersebut. Saya kemudian menyebutnya dengan, KERTAS MISTERIUS. “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh” Ia memulai membaca. Firasatku sudah berkata, ini pasti berita duka. “ INNA LILLAHI WA INNA ILAHI ROJI’UN.” Seru bapak paruh baya itu. Semangat, namun ada getar yang mengiringi. Ia seperti menghayati apa yang sedang dibacanya. Untuk penekanan, ia mengulanginya. Sebanyak 3 kali. “TELAH BERPULANG KE RAHMATULLAH, Ibu Fulanah Binti Fulan. Meninggal pada Pukul 01.30 WIB. Semoga Allah menerima Amal kebaikan Beliau, mengampuni dosa beliau dan menempatkan Beliau di tempat terbaik di sisiNYa.” Kira kira seperti itu kalimat doa yang mengiringi PENGUMUMAN KEMATIAN.


Sekarang, kita yang mendengar PENGUMUMAN itu. Tapi boleh jadi, bahkan pasti. Suatu saat, kitalah yang akan diumumkan. Sejenak kemudian, Aku bertanya, pada diriku sendiri, “ Bukankah jam segini, banyak orang yang Mati? Mereka yang enggan Bangun untuk Sholat berjama’ah di Masjid tanpa halangan yang Syar’i? Bukankah mereka berarti juga MATI?” bayanganku menerawang. Jika semua itu diumumkan, pastilah banyak orang yang memarahi pengurus masjid yang mengumumkan berita itu.

***

Catatan Ke-dua.

Siangnya, ketika Sholat Jum’at. Ada yang terasa aneh. Panas yang mendominasi. Bukan hanya aku, hampir semua jama’ah bersimbah peluh. Apalagi mereka yang kebagian shaff belakang. Kipas angin yang hanya dua butir, digunakan untuk meng-angin-i seisi ruangan, sekitar ratusan orang. Maka, yang terjadi adalah, PANAS.

Sang Khotib berkhutbah tentang Fitnah, Cobaan yang melanda negeri ini. Dia menyampaiakna bahwa hal ini merupakan buah dari Penafsiran Qur’an yang nyleneh. Kata Khotib, “ Golongan ini banyak yang MEMELINTIR ayat, sesuka hati mereka.” Kemudian dibedah tentang Bom di mapolresta Cirebon, Cuci Otak NII KW 9 dan seabreg peristiwa terbaru yang mengoyak Negeri ini. MIRIS.


Selepas doa setelah sholat,  sang Imam berdiri dengan suara mengagetkan, “ MAYIT Bawa ke Depan!” Aku terperanjak. Batinku berkata, “Kenapa Mati lagi? Tadi pagi kan sudah ada yang diUMUMkan mati?” Kemudian, Dia berkata “Kepada bapak-bapak dan saudara yang punya waktu luang, dimohon kesediaannya untuk ikut sholat jenazah.” Akupun bangkit. Sebelum bangkit dengan sempurna, aku sempat melihat keranda biru yang diusung menuju ke lantai utama masjid, untuk disholati. “ Astaghfirullah…” aku berbisik, pada diriku. Badanku, tiba – tiba bergetar. Ada aliran aneh yang menyentuh tubuhku, Kesadaran akan datangnya Mati. Matapun berkaca-kaca, mengkilat. Namun tak sampai meneteskan air. Kukuatkan untuk berdiri dan mengikuti Imam, Shalat Jenazah. Ketika Takbir kuangkat pertama kali, getaran itu bertambah dahsyat, “ Ya Allah, ampuni Kami. Kali ini kami yang menyolati. Tapi suatu saat, kami jualah yang akan disholati” Batinku berdialog seru, entah dengan siapa.


***

Catatan Ke-tiga.

Pukul 15.30 WIB. Sore harinya. Aku dan temanku beranjak pulang ke Depok. Dari Cakung - Jakarta Utara. Dengan senyum mengembang, karena baru selesai makan siang, kendaraan kami melaju pasti. Melewati jalan cakung arah tanjung priok, kemudian putar balik untuk masuk Tol, lewat gerbang Tol Cikunir. Kendaraan kami melaju kencang, 100km/jam. Sepanjang jalan. Langit terlihat muram. Ia seperti memendam amarah. Tak lama kemudian, ia menumpahkan semua isinya. Hujan yang berderai –derai, deras tak karuan, angin yang pontang panting disertai guruh dan halilintar yang berlomba. Semuanya kompak, MEMBUAT KAMI PANIK. Secara berkala kami memperlambat laju. Genangan air di jalan tol Jagorawipun nampak meninggi. Ah, di tengah sedikit panik, aku teringat di kampungku. Jika hujan deras begini, ini adalah momen tepat untuk belajar berenang, GRATIS. Walaupun endingnya adalah Menggigil dan dimarahin Ibu.
Tak terasa, kami memasuki KM 30an. Tiba-tiba macet. Kami bertanya-tanya. Ada apakah gerangan? Mengapa macet seperti ini? Padahal sebelumnya Lancar?

Kamipun menyimpan tanya kedalam hati masing-masing. Tidak berselang lama, kami melewati penyebab macet, Enam Mobil Mewah di Lajur kanan Secara KOMPAK melakukan TABRAKAN BERUNTUN. “ Inna LIllahi Wa Inna Ilahi Roji’un” mulutku bergumam. Walau tidak ada korban jiwa, ini merupakan salah satu perisstiwa yang Mendekatkan Ingatan kami pada sesuatu yang HAQ, MATI.

Ini adalah nasehat Kematian Ketiga. Pikirku, ini adalah nasehat KEMATIAN yang terakhir untuk hari ini.

***

Catatan ke-empat.

Suasana jalanan Tole Iskandar nampak seperti biasa, Ramai. Aku menikmati langkah, diiringi rintik, menyusuri trotoar di pucuk jalan itu. Tujuanku, masjid Baiturrahman. Aku ingin I’tikaf di sana selepas maghrib nanti. Tak berselang lama, baru sekitar 5 menit perjalanan, ada pesan singkat yang nyangkut di ponselku. Seorang sahabat dari kota sebelah, Bekasi. Setelah kubuka, bunyinya aneh, Nampak sendu. Tapi, aku menangkap ketegaran dr isi pesan tersebut. Begini bunyinya, “Sedih, Kakek yang di sini (Bekasi) Meninggal Dunia.”

Pesan tersebut tak lekas kubalas. Aku ingin menikmati kecamuk yang terjadi dalam fikirku. Bagaimanapun, ini adalah nasehat KEMATIAN keempat kalinya di hari ini. Si Kakek ( ALmarhum) meninggal dengan sebab, Bi Idznillah, terjatuh dari Atap. Untuk menegarkan, kukirim pesan balasan kepada sahabatku itu, “ Yang Sabar Mba’. Semoga in adalah cara terbaik bagi beliau untuk bertemu dengan Allah”.

Kawan, lagi-lagi aku berkata, “ Sekarang aku membaca pesan tentang kematian. Lusa, besok atau sesaat lagi, Jika Allah menghendaki, Aku pasti akan menjadi Objek di pesan tersebut. Aku, pasti akan dikabarkan dan benar-benar MATI.”

Apakah sudah selesai? Belum. Mari lanjutkan…

***

Catatan Ke-lima.

Pukul 22.00 WIB. Aku hendak mati, menuju kasur. Mati untuk sementara, TIDUR. “ Bismika Allahumma Ahya Wa Bismuka Amuut” Doaku diiringi istighfar yang bertubi-tubi. Di tengah istighfarku, ada pesan masuk. Dari adikku di pemalang. “Ada apa malam – malam begini mengirim pesan?” tanyaku sendiri. Jariku dengan sigap mebuka pesan itu. “ INNA LILLAHI WA INNA ILAHI ROJI’UN. Mas, Mak Pesek Mati” Aku bingung. Pesannya ambigu. Pasalnya, dikampungku ada 3 Pesek. Pesek Istrinya Om Hanto, Pesek Istrinya Pak Maman Dan Pesek Istrinya Om Tarjani, Bibiku sendiri. Dengan ekspresi bingung, kubalas  singkat, “ Mak Pesek Siapa?” dengan harap-harap cemas, aku menunggu pesan balasan. Selang beberapa detik, Adikku kembali megirim pesan. “ Mak Pesek Bojone Om Hanto. Ibune Win.”

Untuk kelima kalinya, saya dibuat terhenyak dengan kabar KEMATIAN yang tidak pernah dikehendaki oleh siapapun. Padahal Kematian itu pasti. Dengan haru, aku berbisik pada diriku sendiri, “ Ya Allah, jika malam ini aku harus mati, maka Khusnul Khotimahkanlah Aku.” Akupun mengiringi perjalananku menuju MATI ( Tidur ) dengan istighfar sejadi – jadinya.

***

Catatan Ke-enam.

“Alhamdulillahilladzi Ahyaana Ba’da Maa Amatanaa Wa Ilahin Nusyur.” Aku beranjak dari tempat tidur. Kulihat, teman-teman sekamarku masih MATI, belum ada yang bangun. Aku berkata pada diriku, “ ternyata aku masih hidup.” Waktupun terus merambat hingga kemudian adzan subuh berkumandang. Ketika hendak beranjak,kubangunkan teman-teman yang masih Mati agar bangun.Untuk bersama menuju masjid.

Subuhpun terasa syahdu, Pak Imam membaca Asy Saymas di rokaat pertama dan Adh Dhua’ di rokaat kedua. Kombinasi yang cocok untuk mengawali Pagi. Kali ini, Sabtu 11 Jumadil tsani 1432 H. bertepatan dengan 14 Mei 2011 M. Baru sehari setelah Nasehat Kematian yang bertubi-tubi di hari kemarin, Jum’at.

Tiba-tiba, Ustadz Salim dengan pasti menuju arah Microphone. Seperti Pak Ali kemarin, beliau juga membawa selembar kertas putih, CATATAN MISTERI. Aku tak henti - hentinya berbicara pada diriku. Apakah tentang Mati lagi? Apakah ini kelanjutan dari Nasehat Kematian kemarin?

“INNA LILLAHI WA INNA ILAHI ROJI’UN. Telah berpulang ke Rahmatullah, Ibu Nani binti Nano. Alamat RT 01 RW 19. Semoga Allah melimpahkan Rahmat, dan Maghfiroh kepada beliau. Bagi yang ditinggalkan, semoga senantiasa dianugerahi Kesabaran yang berlimpah.” Bunyi Kertas MISTERI itu.

Beliau kemudian menyudahi pengumuman KEMATIAN di pagi itu.

***

Kawan, Mati itu PASTI. Ia tak mungkin bisa kita Tawar. Mati adalah Misteri. Karena siapapun tak pernah tahu, KAPAN DIA AKAN MATI?” Pertanyaannya adalah : Siapkah kita MAti Saat ini ?

Kawan, satu yang ingin saya tekankan. Untuk diri sendiri juga untuk kawan semua. BEKAL MATI. Allah berfirman, DAN SEBAIK BAIK BEKAL adalah TAQWA. Mari persiapkan bekal tersebut, sebanyak mungkin , sebisa Kita. Sehingga ketika Izro’il datang bertamu, Kita telah Siap. Meskipun baru Siap dalam Keterbatasan.

Kawan, saya jadi teringat dengan seorang sahabat. Dua tahun yang lalu, Saya bertanya kepadanya, “ Jika boleh memilih, pada usia berapa kamu MAU mati? Dalam keadaan Seperti apa ?” tanyaku lugu, tanpa merasa bersalah.

Dengan senyum yang menginspirasi, dia menjawab pasti, seakan sudah siap, “ Jika memang diberi pilihan, saya MAU mati pada usia 43 tahun. Ketika itu saya sedang meMUROJA’AH (Mengulang ) Hafalan Qur’an saya.”

Akupun membalasnya dengan senyum , tak aklah manis dari senyumnya, “ Berarti kamu duluan, karena aku berharap MATI pada usia 63 tahun. Ketiak itu, aku sedang sbuk mengurusi sebuah pesantren tahfidz.”

Kamipun kemudin berpisah, dengan memegang keMAUman untuk MATI itu. Semoga Allah mengabulkan mimpi kami, atau menggantinya dengan yang Lebih Baik lagi .

Kawan, Apakah kau sudah siap untuk dicatat dalam kertas MISTERI itu?


Depok, 11 Jumadil Tsani 1432 H.
Ketika Surya mulai menyebarkan apinya. Terik yang menyengat.

Ramadhan, Displin dan Keberkahan.

Ramadhan adalah salah satu sarana untuk melatih kedisplinan bagi umat islam. Mereka harus disiplin waktu,juga tata cara dalam melaksanakan setiap ibadah yang disyari’atkan di bulan ini. Mulai dari shalat yang harus tepat waktu, berbuka yang semsetinya disegerakan sesaat setelah adzan maghrib berkumandang, tarawih setelah shalat isya’ usai, hingga sahur yang harus dihentikan ketika adzan subuh bergema. Pun, dengan hal-hal lain semisal hubungan halal suami istri yang harus ditinggalkan di siang hari.

Hal ini merupakan pembelajaran yang Allah berikan kepada semua umat manusia, khususnya orang bertaqwa yang melaksanakan segenap ibadah di bulan ini. Muaranya adalah terbentuknya pribadi pribadi Robbani yang senantiasa berpijak kepada Al Qur’an. Yaitu pribadi yang  berkata dan berperilaku sesuai dengan apa yang telah Allah gariskan dan apa yang disunnahkan oleh sang Nabi teladan.

Disiplin, merupakan salah satu sarana kesuksesan. Ia juga menunjang kemanfaatan suatu benda atau makhluk. Salah satunya, terlihat dari seekor binatang bernama Ayam.

Ayam adalah salah satu jenis hewan ternak yang sangat disiplin. Jadwal hidupnya, sangat sesuai dengan karakter alam sehinggat  patut kita teladani.

Mereka bersama anak-anaknya sudah beranjak dari kandang mereka sejenak setelah fajar menyingsing. Mereka bersinergi mencari kehidupan. Cobalah amati mereka! niscaya akan Kita dapati, ketika waktu dhuha baru masuk, temboloknya sudah nampak besar,perutnya sudah penuh sementara binatang lain ada yang baru bangun. Mereka melakukan itu tanpa henti dan sesekali beristirahat dari terik di siang hari. Sejak pagi hingga sore, ia melakukan titah Tuhannya, Bekerja memakmurkan bumi, tanpa mengenal lelah.

Setelah senja menuju peraduannya, merekapun bergegas. Pulang ke markasnya masing-masing. Ada yang memang suka tidur di kandnag yang sudah disiapkan oleh majikannya, ada pula yang sukanya betenger di pepohonan. Tapi, dalam kasus ini, ada jenis Ayam yang harus digiring ketika maghrib menjelang. Ini merupakan jenis Ayam yang tidak tahu diri dan berkecenderungan membangkang, hidupnya tidak disiplin.

Bagi yang suka bertengger di atas pepohonan, hiruk pikuk manusia di bawahnya tidak cukup menarik perhatiannya. Mereka acuh, tak bergeming dan enggan bergabung. Mereka yakin dengan pilihannya. Dan itulah konsekuensi dari kedisiplinannya, terasing dari keramaian yang tidak produktif.

Ketika pagi masih buta, Mereka sudah bangun. Mereka bertasbih, memuji Tuhannya dengan berkokok seraya membangunkan insan-insan yang beriman. Lihatlah aktivitasnya yang satu ini! Mereka tidak pernah absen dan selalu berkokok pada jam yang sama setiap malamnya. Benarlah apa yang dikatakan Rasulullah melalui riwayat Ibnu Mas’ud, “ Jika kamu mendengar kokok ayam di waktu malam, maka berdoalah. Karena sesungguhnya ia melihat malaikat yang turun ke langit dunia.”

Tidaklah heran jika kemudian tepat selepas subuh, mereka sudah bersiap diri bersama anak-anaknya untuk pergi menyambut karunia dari Allah, Tuhan yang telah menciptakan dan mengajarinya.

Ayam, telah mengajarkan kepada Kita akan pentingnya sikap disiplin di sepanjang hayatnya. Maka kita dapati Mereka menjadi bermanfaat bagi alam juga manusia seluruhnya. Dagingnya enak untuk dijadikan lauk, bergizi pula. Organ dalamnya tidak kalah lezatnya, bulunya juga bisa dibuat sebagai hiasan, bahkan kotorannyapun bisa diolah menjadi pupuk kandang yang menyuburkan tanah dan tanaman. Maha Benar Allah dengan FirmanNya, “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Qs Ali Imran 3 : 191)


Ramadhan, adalah bulan keberkahan. Maka, Disiplin adalah sarana untuk meraih keberkahan itu. Disiplin dalam menghambakan diri kepada Sang Maha di Bulan yang Berkah ini. Semoga kita berubah menjadi manusia yang berlimpah Berkah, yang bermannfaat bagi diri juga orang lain, Amiin. Wallahu A’lam Bish Showab.

Tersenyumlah! Karena Allah bersama Kita ...

Bismillahirrohmanirrohiim.
Assalamu’alaikum ikhwah fillah …
Pagi ini, kita akan sedikit berdiskusi tentang Hidup. Hidup yang terkadang tidak seperti apa yang kita inginkan. Ketika mimpi mimpi kita, tak seperti yang Allah kehendaki untuk kita. Jika memang faktanya seperti itu, maka saya katakan,“ Sebaiknya, kita memang harus pandai-pandai berdamai dengan takdir.”

Ingat kawan ! Jangan salah artikan “berdamai dengan takdir” sebagai sebuah bentuk kepasrahan total, tanpa upaya sedikitpun.“Berdamai dengan takdir” adalah menerima dengan lapang dada, dengan keikhlasan terbaik , setiap apa yang Allah berikan, setelah kita habis-habisan berjuang. Tentunya, hal ini kita lakukan karena kita sadar sepenuhnya, bahwa Allah Maha Mengetahui mana yang terbaik untuk kehidupan kita, baik kehidupan dunia terlebih lagi akhirat.

Islam mengajarkan kepada kita untuk ikhtiar. Tetangga sebelah sering menyebut ikhtiar dengan sebuah istilah yang menggelitik, “ memeras Keringat, Membanting Tulang.” Ini sebuah ungkapan sederhana yang sarat makna. Dan memang seperti itulah ikhtiar, kita lakukan sesuatu, apa yang kita ingini, dengan kemampuan terbaik yang kita miliki. Bukan ragu-ragu, bukan setengah jadi, melainkan TOTALITAS. Ini pula yang disebut dengan “ Profesional” oleh mereka yang berbaju rapi dan berjas setiap hari, Kaum kantoran. Sedangkan kalangan menengah sering menyebutnya dengan KERJA KERAS.

Sahabat sekalian, Allah adalah pencipta kita. Ia pasti Maha Tahu tentang seluk beluk kehidupan kita. Begitupun, dengan apa yang terbaik untuk kita. Oleh karenanya, yang pertama kali harus kita lakukan ketika “INGIN” kita tak bersesuaian dengan “Apa yang kita terima”, maka yang harus dilakukan adalah SADAR. Menyadari dengan sebenar-benarnya, bahwa hal itu bukanlah yang terbaik untuk diri dan kehidupan kita. Walaupun, kita sangat menginginkannya. Maha benar Allah dengan apa yang difirmankanNya dalam Surat Al Baqoroh ayat 216 : Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.


Konteks ayat ini memang sangat terkait dengan Perang di Jalan Allah. Melawan kafirin, munafiqin dengan seluruh mampu, dengan semua yang kita miliki sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah, sebagai bentuk kepatuhan seutuhnya kepada Sang maha Pencipta. Siapapun, tidak menyukai peperangan, begitupun kaum mukminin kala itu. Karena Damai itu Indah. Namun, ketika kita diperangi, ketika harga diri kita diinjak – injak, ketika martabat  kita tidak dihiraukan, dan mereka nyata-nyata memerangi Kita, maka kitapun harus “MEMERANGI” mereka, meskipun kita tidak menyukai peperangan itu.

Begitupun, ketika Kita menginginkan sesuatu yang menurut kita baik, kemudian sesuatu itu terlepas, yang harus dilakukan adalah menyadari bahwa sesuatu itu BUKAN yang terbaik untuk kita. Sembari terus berharap dan berusaha agar Allah memberikan ganti yang Terbaik, entah di dunia ini ataupun di akhirat kelak.

Persoalan yang timbul kemudian adalah , Susahnya Menyadari. Terkadang, teori memang mudah. Praktek tentulah tak semudah teori. Namun, tak ada salahnya kita megingat-ingat teori tersebut untuk kemudian mempraktekannya. “ Susah?”, “Iya.” Tapi susah bukan berarti TIDAK MUNGKIN. Ketika kita mencoba, Insya Allah kita Bisa, meskipun susah.


Sadar tentunya bukan akhir. Ia adalah awal yang kelak mempengaruhi langkah kita berikutnya. Ketika kesadaran akan kuasa Allah itu mendominasi,maka yang berikutnya harus kita lakukan adalah Instropeksi. Boleh jadi, yang menimpa kita sekarang adalah akibat dari dosa masa lalu kita. Disadari ataupun tidak. Oleh karenanya, instropeksi ini harus kita lakukan secara intens, terus menerus, dengan iringan istighfar tiada henti. Kelak, Allah akan menurunkan rahmatNya. Sehingga hati yang awalnya sempit, kelak menjadi lapang. Yang awalnya gelap, kelak berangsur terang. Yakinlah! Karena Allah maha Pengampun dan Pengabul Doa.

Instropeksi yang berlarut, bisa terjatuh pada meratapi nasib. Ini yang salah. Instropeksi haruslah berujung pada kesimpulan : Esok harus lebih baik. Ini yang terpenting. Maka, setelah instropeksi, kita harus menatap tegar ke depan. Karena jalan sukses bukanlah “Jalan itu” saja. Banyak jalan yang menanti untuk kita lewati. Bukalah mata, telinga dan hati. Ikuti bisikan nurani yang bersih dan kemudian melangkahlah, Dekati Allah agar Ia senantiasa membimbing kita. Agar Ia senantiasa meluruskan langkah-langkah bengkok kita. Agar Ia bisa kita rasakan keberadaannya, meskipun, kita merasa sendiri. Karena Ia, Selalu bersama Kita. Innalaha Ma’anaa …

Banyak cara yang kemudian bisa kita lakukan dalam tahap ini. Yang termudah setelah Istighfar habis-habisan, adalah Tilawah Qur’an. Bacalah Qur’an dari mana saja kita kehendaki. Dari poermulaan, pertengahan, atau surat terntentu yang memang ingin kita Tadaburi. Ambil Wudhu, cari moment yang tepat, sendirian. Eh maaf, BERDUA SAJA, Dengan Allah. Jadikan Ia dekat, sedekat janjinya, “ Faida sa’alaka ‘Ibadii ‘Anni.“ “Ketika hambaku bertanya dimanakah Aku?” demikian firman Allah dalam Surat Al Baqoroh. Maka jawablah, “Fainni Qoriib.” “ Sesungguhnya Aku ( Allah ) itu Dekat.” Ya sobat! Allah itu dekat. Tapi kita yang sering menjauh dariNya.

Demi Allah sobat, Al Qur’an akan memberikan jawaban dari setiap gundah. Dari setiap tanya kita yang tidak berujung. Ia akan membimbing kita, meskipun kita tidak tahu artinya. Ia benar-benar akan menjadi sahabat karib kita, ketika kita benar – benar mengakrabinya. Permasalah yang timbul kemudian adalah, “ Jangankan Akrab. Menyentuhnya saja jarang.” Naudzubillahi mindzalik.


Jangan pula Qur’an sekedar menjadi Bacaan. Jadikan ia pedoman. Ketika apa yang kita “INGINI” tidak Allah berikan, cobalah tadaburi surat Ibrohim dan surat An nahl. Di Surat Ibrohim ayat 34 disebutkan : Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). Kemudian An Nahl ayat 16 Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Shodaqollahul ‘adhiim. Maha benar Allah dengan segala firmanNya.

Dua ayat tersebut cukuplah jadi perenungan kita. Karena seringkali kita lupa ketika nikmat itu kita dapatkan, dan kita Selalu “Menggugat” manakala apa yang kita “INGINI” tidak terjadi. Padahal, yang kita ingini, tidak selalu baik untuk kehidupan kita.

Sobat, mari rekonstruksi pemikiran kita. Biarlah kemarin kita terjatuh. Karena memang allah menghendaki kita segera bangkit dan bergerak. Biarlah kemarin kita lelah, karena Allah Allah ingin agar kita menyejarah. Biarlah kaki ini perih, karena Allah ingin agar kita lebih GIGIH lagi dalam mendekatiNya. Karena Allah, hanya menghendaki kebaikan untuk kIta. Bukan sebaliknya.


Sebuah penutup, semoga membuat kita kembali tersadar, bahwa NIkmat Allah sungguh luas membentang. Maka, tak pantas kiranya jika hanya karena satu nikmat yang terlepas, kita berubah menjadi Pembangkang. Allah kembali mengingatkan , Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” ( Qs Ibrohim 14 : 7 )

Mari, Merayakan Syukur. Subhanallahi walhamdulillahi wa Laa Ilaha Illalllahu Wallahu Akbar Walillahil Hamd !!!
Semoga Allah melimpah ruahkan berkahNya, untuk kita semua.

Di siang penuh berkah, Jum’at 17 Jumadil Tsani 1432H / 20 Mei 2011.

Selamat Jalan Bu .... ( Surat Cinta untuk Ustadzah Yoyoh Yusroh )


Hari ini, usai sudah tugas yang kau emban. Tunai sudah amanah yang selama ini kau jalankan. Oleh karenanya, Allah memanggilmu. Ia ingin kau menghadap kepadaNya. Membawa selaksa Cinta, selaksa karya yang telah kau toreh dalam kurun waktu 48 tahun lebih 6 Bulan.

Pagi ini, kau mengahadapkan dirimu kepada penciptaMu, di sepertiga malam terkahir. Waktu yang biasanya kau gunakan untuk menghamba, berdua dengan Allah, pemeliharamu satu satunya. Namun, karena safar, perjalanan, kau urung melakukan itu. Sebuah kecelakaan yang berujung pada ajal, menjadi sebab kepergianmu, menghadap Ilahi. Kala itu, kau baru pulang dari Universitas Gajah Mada, menghadiri Wisuda buah hatimu. Tentunya, ada bahagia yang menyelinap di hati sucimu.

Di kebutaan pagi ketika Aku tengah menggigil kedinginan lantaran udara, sehingga urung beranjak dari pembaringan, kau dijemput oleh Izroil. Sekali lagi, Untuk menghadapkan dirimu, kepada Sang Maha Suci.

Dan berselang jam setelahnya, sebuah kabar masuk ke ponsel, ketika Aku masih bersantai leha selepas tilawah, di Rumah Allah. Kabar yang menyesakkan, mengagetkan, namun harus diterima dengan lapang dada. Karena itu Fakta, benar adanya. Kabar yang membuatku beristighfar sejadi-jadinya sembari melantunkan doa, “ Semoga Allah mengampuni semua dosamu, menerima amal Sholihmu dan menempatkanmu di tempat terindah di SisiNya. Amiin."

Kabar itu seperti mimpi, karena begitu cepat terjadi. Bahkan seorang kolega bertanya heran, “ Benar Gak Mas ? Jangan menyebarkan pesan yang belum jelas ah!” Aku terdiam. Dan memang bingung mau menjawab apa. Perasaanku, sama dengan yang ia alami. Hampir tidak percaya. Lalu, kupencet keypad ponselku, membalas pesan itu, “ Mas, Beginilah Kematian mengajari Kita. Ia datang dengan tiba-tiba. Tanpa dikira, oleh siapaun. Ia datang, tak perlu dijemput. Dan pergi, tak usah diantar. Ia datang dan pergi, sesuai kehendak Allah, sang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan.”

Kemudian, satu persatu bayang tegar wajahmu berkelabat dalam fikirku. Dimataku, Kau adalah wanita tangguh. Jika Allah meridhoi, Aku ingin mempersunting wanita yang setangguh dirimu, atau lebih tangguh Lagi. Walaupun, kusadari, Layakkah aku mempersunting wanita yang setangguh dirimu? Ah, semoga saja Allah melayakkanku, Amiin.

Pertengahan tahun 2008 Masehi, dalam suatu acara Penggalangan Dana untuk saudara semuslim di Palestina. Itu adalah pertama kalinya Kita berjumpai. Tapi, aku seperti pernah bertemu denganmu sebelumnya. Tepatnya dimana, Aku tidak tahu. Belakangan, kuketahui rasa itu bernama, TA’LIFUL QULUB. Bersatunya Hati karena kesamaan Aqidah.

Kau bagai Singa kala itu. Semangatmu membakar jiwa  yang kerontang karena kesibukan. Tilawah pas-pasaan, tahajud hampir tidak terjamah, hanya jama’ah di masjid. Itupun kualitasnya sangat rendah. Berangkat Belakangan, Pulang duluan. Padahal Nabi bersabda, “ Yang terbaik  dinatara kamu adalah Yang PALING awal mendatangi Masjid dan PALING AKHIR meninggalkannya.” Tapi aku, kebalikan dari itu. Astaghfuirullahal ‘Adhiim.
Dengan suara yang lembut namun perkasa, kau sampaikan kepada kami, “ Saudara-saudara kita di Palestina,” Suaranya benar-benar Perkasa, meruntuhkan tebalnya kabut dosa di hatiku.” Masih sempat melaksanakan Qiyamullail dan Hafalan Qur’an” Aku mulai tersentak, nampaknya Kau akan menyindirku. “ Padahal di kanan, Kiri, depan dan belakang Mereka adalah BOM, Ranjau yang sengaja di pasang oleh Zionis laknatullah dan siap meledak kapanpun”  Benar kan kataku. Ia menyindirku, telak. Aku tak berkutik. Seperti mati langkah. Aku hanya pasrah dan membiarkan mataku mengalirkan airnya, membasahi pipiku yang  lama tak menangis karena takut kepada Allah. Allahu Akbar Walillahil Hamd. “ Sementara Kita, yang nyaman, enak, damai dan tidak dilanda konflik bersenjata, dengan tanpa merasa bersalah meningalkan TAHAJUD, melupakan hafalan Qur’an dengan dalih yang remeh temeh,  Sibuk Bekerja.”  Lanjutnya berapi-api.  “Ya Allah , Ampuni kelalaian kami selama ini.” Doaku kala itu.


Setelah itu, aku melihatmu dengan gigih berdakwah, menghadiri setiap kajian terkait Palestina dan Timur Tengah. Bahkan, aku dibakar cemburu, ketika kulihat engkau berada di tengah Pejuang Palestina. Ketika Kau berfoto bersama Ustadz Ismail Haniya. Perdana Menteri Palestina dari HAMAS, Harokatul Muqowwamah Al Islamiyah. “ Barokallahu fiik Bu, semoga Allah senantiasa menjagamu dan memanjangkan langkah Dakwahmu.” Bisikku iri, ketika melihat gambar itu.

Kemudian,  terakhir kali bertemu denganmu, akhir April 2011. Kau bersinergi bersama mentari membakar diriku. Mentari membakar kulit dan fisik, sementara Engkau membakar semangatku yang mulai lumpuh, dengan taujihmu. Luar Biasa !!! Suaramu masih sama. Lembut namun perkasa. Kau berhasil melelehkan air mataku, di waktu bersamaan, kau membuat jiwaku bergelora, semangat meluap berlipat-lipat. Allahu Akbar walillahil hamd !!! peristiwa ini, kucatat sebagai momen perpisahan kita di sini. Semoga Allah berkenan Menjumpakan kita di tempat yang lebih baik disisiNya.Amiin.


Pada kesempatan lain, dalam taujihmu , Kau pernah berkata, “ Dan Kita akan bersama sama Sholat berjama’ah di masjidil Aqsho. Allahu Akbar walillahil Hamd.” Kamipun menyambut kalimat itu dengan takbir serupa, dengan semangat dan visi yang sama , PALESTINA MERDEKA. Dan kini,  Kau lebih dulu menghadapkan diri kepada Sang Pencipta. Nampakanya, karena hal itu, Kau tidak bisa berjama’ah bersamaku di Al Aqsho di dunia ini.

Baiklah Bu, nampaknya tak kan pernah usai jika kutuliskan semua rasaku. Aku telah menganggapmu sebagai Ibuku, Ibu seaqidah. Walaupun tidak pernah bersua secara khusus. Pun, Aku tak pernah berbicara denganmu secara langsung. Tapi, Aku akan berusaha, akan kulanjutkan semangatmu dalam berjuang. Semoga aku bisa menyusulmu ke Palestina, Jika Allah menghendaki.

Selamat Jalan Bu, Aku bersaksi bahwa kau adalah orang baik. Dan aku yakin, bahwa Allah Maha Menepati Janji. Semoga Kau lebih baik dari yang Aku kira.

Jasadmu telah pergi. Tidak mungkin kujumpai lagi. Hanya foto-foto perjuangan yang kusimpan, sebagai kenang-kenangan. Kelak, akan kuberitahu anak-anakkau tentang dirimu, bahwa Kau adalah MUJAHIDAH TANGGUH ZAMAN INI. Namun, benih Semangat , benih Perjuangan yang telah kau tanam, pasti akan bersemi,dan kelak berbuah. Beriring dengan kepergianmu, menemui Robb Kita. Semoga Allah Memberi Khusnul Khotimah kepadamu, juga kepada kami semuanya.

Selamat Jalan Bu, baik – baik di sana ya. Kami akan terus berjuang, semampu kami, hingga Islam benar benar Berjaya. Allahu Akbar walillahil Hamd !!!

Tak terasa, ada bulir yang mengalir lembut.
Sabtu Pagi, 18 Jumadil Tsani 1432 H / 21 Mei 2011 M

Minggu, 21 Agustus 2011

Selamat Menikmati Masalah ..... !!!

Pagi itu, ada sebuah pesan masuk. Dari sahabat jauh. Jauh di mata, namun dekat di hati. Ya , begitulah ukhuwah. Jarak bukanlah penghalang untuk berdekatan, karena sejatinya, Ruh orang-orang beriman, pastilah bersatu. Jarak hanyalah sebuah bumbu yang kemudian membuat Masakan Ukhuwah menjadi lebih nikmat karena rasanya bertambah, RINDU. Apalagi, Rindu ini beda. Bukan rindu nafsu, bukan pula rindu setan. Rindu dalam ukhuwah adalah RINDU Karena Allah. Sejatinya, ingin kusampaikan padamu kawan, Aku Merindukanmu semua, karena Allah. Semoga kelak, kita bisa Merayakan Rindu, bersama penghulu kita, kelak di SurgaNya. Amiin.

Pesan tersebut bernada Galau. Ada ragu yang dipaksakan. Sebenarnya, sahabat saya ini bisa tegar. Namun, sifat alami manusia, selalu mengarah kesana, KELUH dan KESAH. Mari lihat Firman Allah dalam Qur’an Surat Al Ma’arij : Innal Insaana Khuliqo Halu’an ( ayat 19 ). Sesungguhnya, manusia diciptakan dalam keadaan keluh Kesah lagi Kikir. Idza Massahusy syarru jazuu’an ( ayat 20 ).  Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Wa Idza Massahul Khiru Manuu’an (ayat 21). Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Allah adalah Pencipta Kita, karenanya Allah  Maha Tahu tentang thobi’i Kita sebagai manusia. Diberi Nikmat Kufur, diberi Susah Mengeluh. Semoga Kita tidak termasuk dalam golongan ini, Amiin.

Hal ini tidak terdapat pada orang yang beriman. Sabda Nabi, “AJABA LI AMRIL MUKMIN.” “Sungguh ajaib setiap urusan Orang beriman itu.” Mengapa ajaib? Dilanjutkan oleh sang Nabi, “ Ketika diberi Nikmat ia bersyukur, dan itu baik baginya. Dan ketika diberi cobaan, musibah, mereka bersabar. Dan itu baik pula baginya.”

Hadits ini, dan ayat dia atas, merupakan sebuah pilihan. Akankah Kita menjadi Manusia Biasa yang suka keluh kesah atau Orang Beriman yang bersabar serta bersyukur atas semua yang Allah berikan? Silahkan Memilih.

Kembali ke pesan sahabat saya tadi. Pesan tersebut berbunyi, “ Apa yang harus Kita lakukan ketika Kita benar-benar terhimpit masalah?”  Pesan yang masuk di pagi menjelang siang itu membuat dahi saya berkerut. Ya, tidak biasanya ia berkirim pesan seperti itu. Karena sedang agak sibuk dengan pekerjaan, dengan singkat saya Balas, “ALLAH.” Ya, Allahlah tempat kembali atas semua masalah. Karena masalah, adalah alat yang Allah gunakan untuk mendewasakan Kita.

Hidup adalah masalah. Oleh karenanya, jika TIDAK MAU diberi  masalah, silahkan memilih untuk Tidak hidup saja. Bahkan, boleh jadi, ketidak hidupan kita adalah masalah baru itu sendiri.

Hampir setiap kita bermasalah. Sesuai dengan kadar kita tentunya. Karena Allah telah menjamin, “ Tidaklah Allah membebani kamu, melainkan sesuai dengan kesanggupanmu.” (Qs Al Baqoroh : 256 ).  Jadi, masalah yang Allah berikan, adalah untuk kita selesaikan. Karena kita “pasti” mampu ntuk menyelesaikannya. Jangan jadikan masalah itu sebagai penghambat yag akan mengerdilkan diri dan jiwa kita. Namun, sekali lagi, jadikan masalah yang Allah amanahkan untuk mendewasakan Kita.

Semenjak belum terlahir, ketika masih berada dalam rahim Ibu, Kita sudah dihampiri masalah. Begitupun awal kelahiran kita, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan setelah mati sekalipun, Kita akan terus ditemani oleh masalah. Karena masalah adalah kehidupan itu sendiri.

Lalu, haruskah kita mencari-cari masalah? Atau, haruskah kita menjadi orang yang bermasalah?

Dalam hal ini, masalah seperti halnya Musuh. Bukan Musuh abadi, seperti halnya setan. Masalah adalah Musuh yang “Sangat Bisa” diajak berdamai. Ia tidak untuk dicari tapi untuk di-teman-kan. Masalah, bukan untuk dicari, melainkan untuk diselesaikan. Karena kehadiran masalah itu pasti, sebagai bagian dari kehidupan yang Allah berikan kepada kita.
Dan masalah yang Allah berikan, pastilah pula diringin sahabat sejati dr masalah itu sendiri : SOLUSI.

Tentunya, dalam menyelesaikan masalah, kita harus bersikap bijak. Carilah solusi berdasarkan panduan Qur’an dan Sunnah.Keduanya adalah panduan hidup yang pasti. Ketika keduanya telah menjadi panduan, Insya Allah masalah bisa mengantarkan kita untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaa. Libatkan pula pihak-pihak terdekat untuk membantu menyelesaikan masalah kita. Keluarga, kerabat ataupun sahabat kita. Karena kita adalah makhluk sosial yang tidak mungkin bisa “ BERDIRI SENDIRI”, sehebat apapun kita.

Yang terpenting adalah, kesadaran untuk meminta tolong pada Pemberi masalah, Allah subhanahu Wa Ta’alaa. Ya, jadikan Allah sebagai satu - satunya sandaran atas setiap masalah yang kita hadapi. Jangan lupakan Allah sebagai Sumber solusi atas setiap yang menimpa Kita. Allah, pasti membantu. Apalagi ketika kita menolong agamanya. “ Jika kamu menolong Agama Allah, maka Allah akan menolong kamu dan meguatkan pijakanmu.” ( QS Muhammad ayat 7 )

Terakhir, jangan tumpuk masalah. Selesaikan sesuai prioritas. Selesaikan ketika ia mulai datang. Sehingga ia tidak menyesakkan dada Kita. Kita semua tahu, bahwa, “Sedikit demi sedikit, lama lama menjadi bukit.” Begitupun dengan masalah kita. Ia akan menjadi BUKIT Masalah, ketika kita acuh dan tidak bergerak untuk menyelesaikannya, membiarkannya begitu saja.


Mudah mudahan Allah senantiasa membimbing kita, untuk menyelesaikan masalah yang diberikanNya kepada kita.
Ingat sobat, Masalah pasti bisa kita atasi. Karena ia sebanding dengan kualitas kita. Jadi, Ketika masalah Yang menghimpit kita terasa BESAR. Kemudian kita sudah berdarah-darah menyelesaikan masalah itu, Bisa jadi, kelak Kita akan menajdi ORANG BESAR, Pahlawan yang bermanfaat bagi sesama manusia, terlebih untuk Agama Allah, Al Islam yang kita cintai, Insya Allah.

Mari selesaiakan masalah kita, dengan cara  yang Islami. Ingat juga ya !!! “JANGAN CARI MASALAH.”

Selamat Menikmati Masalah …. Masalah itu Kecil, Tapi Allah maha Besar. Allahu Akbar Walillahil hamd.

Depok, 20 Jumadil tsani 1432 H / 23 Mei 2011.

The Journey : Kita, adalah Mimpi Kita.

Mimpi adalah Motivasi. Mimpi adalah bahan bakar yang akan terus menyalakan kehidupan Kita. Mimpi yang diperjuangkan habis-habisan, pastilah akan berujung pada satu kata : Keberhasilan. Semoga Mimpi saya ini, bukan sekedar mimpi.

1. Makkah dan Madinah.

Dua kota ini merupakan kota paling bersejarah dalam proses penyebaran Islam. Oleh karenannya, mengunjungi kedua tempat ini adalah kewajiban. Terlebih lagi, bagi kita yang berpredikat “Mampu” dalam arti yang sebenarnya. Mari niatkan dengan sebanar-benarnya, iringi dengan usaha yang tak kenal lelah dan doa yang tidak pernah putus. Semoga Allah berkenan mengumpulkan kita di kedua kota tersebut. Menelusuri Jejak Jihad Rasul yang Mulia.

2.Palestina.

Di negeri ini terdapat masjid ke-3 yang paling bersejarah dalam perjalanan islam, Masjid Al Aqsho. Di masjid itu, Rasulullah di istirahatkan ketika hendak melakukan Mi’roj, menuju langit untuk menerima perintah sholat lima waktu. Di negeri ini, terdapat sebuah kota bernama Ghaza, tempat kelahiran Al Imam Syafi’i. Di sana terdapat masyarakat yang begitu mencintai Islam dan Al qur’an. Sehingga banyak dari mereka yang bisa menghafal Qur’an hanya dalam 3 bulan. Di Palestina, saya seperti berada di negeri Sendiri. Semoga Allah menyampaikan saya di sana. Amiin.

3.Mesir.

Nabi Musa memulai dakwah di mesir. Di sana, terdapat Kairo. Di dalamnya ada Al Azhar, kampus tertua di dunia. Keinginan ke mesir, sudah ada sejak belia. Bisa menempuh pendidikan di kampus tersebut, adalah mimpi yang hingga kini belum tercapai. Tapi, saya yakin, Allah akan memberikan apa yang terbaik untuk hambaNya. Di mesir, kita bisa merasakan Qur’an sepanjang hari, karena mayoritas penduduknya mencintai Qur’an sebagaiimana mereka mencintai diri mereka. Ketika ingat mesir, Saya jadi bertanya, “ Bilakah tiba masanya menjejakkan kaki di sana ?” Semoga.

4. Jepang.

Tidak banyak yang kuketahui tentang negeri yang berjuluk Sakura ini. Yang mebuat saya ingin ke sana adalah bekerja di negeri itu. Negeri yang kabarnya paling displin dalam segala hal. Negeri yang tidak pernah mengeluh, pun ketika ditimpa bencana yang meluluh lantakkan. Negeri yang bisa bangkit dari keterpurukan dalam waktu yg relatif singkat. Belakangan, saya ingin berdakwah di negeri matahari terbit ini. Semoga.


5.Jogjakarta – Indonesia.

Ini adalah kota yang paling kuimpikan di negeri ini. Kesantunan, keramahan, dan ihwal kepribadian ketimuran lainnya ada di Kota ini. Kelak, saya berharap bisa menyerap banyak wawasan di kota yang dijuluki Kota pendidikan. Sekaligus menikmati aura intelektualisme yang tak terbendung. Jogja : Never Ending Education.

Bagaimana dengan Mimpimu kawan?

Kawan, Ajarkan Syukur kepadaku.

Senja mengukir lelah. Tak terperih. Peluh mengalir. Deras. Tak terbendung. Ada kecewa yang menyelinap. Entah, Mungkin saja karena Syukur yang tak semurna. Padahal, NikmatNya terlampau banyak untuk sekedar diKufuri.Tapi, apa daya? Inilah Diri yang Tak tahu diri. Robbi, Ampuni ke-takbersyukuran  Kami, Seluas Rahman rahimMu.

Kawan, terkadang bahkan seringkali Kita harus pandai berkaca. Mengembalikan setiap yang dialami, kepada diri sendiri. Bukan melempar atau memantulkannya kepada orang lain. Karena Dia Maha Adil. Dia tak mungkin Mendholimi HambaNya. Dia, pastilah memberikan sesuatu sesuai dengan amal kita, apa yang kita lakukan selama ini.

Boleh jadi, Kita tak sadar, atau pura-pura lupa, akan dosa masa lalu yang menyebabkan kita mendapati apa yang tidak Kita ingini. Brsyukurlah, jika memang itu yang terjadi. Artinya, Allah telah mengganjar dosa kita, Di sini bukan di sana, Akhirat.

Maka, bersyukur adalah Niscaya, apapun yang menimpa Kita. Karena Sejatinya, nikmat yang dihamparkan, jauh lebih banyak dari apa yang belum Kita peroleh.

Allah tidak mungkin memberikan keburukan kepada Kita. Karena Ia juga hanya menerima yang baik saja. Bukan selainnya. Oleh karenannya, yang harus dilakukan adalah berbaik sangka kepadaNya.

Yang terlepas kali ini, yang tak kita peroleh sekarang, bisa jadi akan nampak lebih indah jika Kita mendapatkannya esok hari, lusa atau entah. Bisa jadi pula, ia memang tidak baik ketika kita mendapatinya sekarang. Tidak baik bagi diri juga agama Kita. Makanya, Allah menahannya. Allah tidak memberikannya. Karena jika diberikan, ia bisa berdampak Buruk, bagi kehidupan Kita.

Ingatlah sebuah kekata, “Semua akan indah pada masanya.” Iya. Kekata itu memang benar adanya. Karena memanen buah sebelum masak, hanya akan menimbulkan kemubadziran. Panen, akan indah ketika masanya tiba. Maka, tak bijak jika Kita terkesan memaksa pohon yang Kita tanam berbuah, sebelum waktunya.

Mari membuka cakrawala berfikir. Karunia Allah sungguhlah sangat Luas. Tak ada satupun, sedikitpun,alasan untuk mengeluh. Untuk memprotes apa yang diberikanNya.

Sekali lagi, Bersyukur adalah Niscaya, jika kelapangan dada yang kita harapkan. Bersyukurlah, seluas Samudera. Agar kelak, Allah menambah NikmatNYa.

Kawan, doakan Aku agar senantiasa mensyukuri NikmatNya. Semoga Allah memasukkan Kita ke dalam barisan orang-orang yang bersyukur. Karena kesudahan Syukur, adalah Berkah.

“Ya ALLAH, Tolonglah Kami untuk selalu mengingatMu. Untuk selalu mensyukuri NikmatMU dan untuk selalu mebaguskan Ibadah Kami.” Amiin Ya Robbal ‘Alamiin.


Senja bertabur berkah, Depok 6 Rojab 1432 H.

Memaknai Mimpi, Menuai Hikmah.


Ibrohim ‘Alaihissalam, bermimpi menyembelih anaknya, Ismail Alaihissalam. Mimpi “aneh” itu berulang, tiga kali. Maka, Ibrahim yang pengasihpun mengadukannya kepada Ismail, anak tercintanya. Kata Ibrohim, “Wahai anakku, Aku bermimpi menyembelihmu. Bagaimana menurut pendapatmu?” Ini adalah sebuah pertanyaan pilu. Pasalnya, Kehadiran Ismail sebagai buah hati dari pernikahannya dengan Siti Hajar adalah sesuatu yang sangat berharga. Sebagai sebuah keluarga, kehadiran anak adalah sebuah niscaya untuk melanjutkan estafet kekeluargaan tersebut. Namun, setelah pernikahan keduanya berlangsung lama, anak yang didamba tak kunjung jua hadir. Dan ketika ia hadir, Allah malah menyuruh untuk menyembelihnya, anak semata wayangnya. Sebuah pilihan yang sulit. Bisa jadi, ika perintah itu dibebankan kepada manusia biasa, maka kebanyakan manusia pastilah ingkar. Ia akan berdalih, dengan bermacam alasan.

Namun, tidak demikian dengan keluarga Robbani ini. Ismail yang sholih, secara mengejutkan Meng”iya”kan mimpi ayahnya itu. Kata Ismail lembut, “ JIka itu adalah perintah dari Allah, Tuhan Kita, maka lakukanlah wahai Ayahku. Dan saksikanlah bahwa Aku termasuk orang yang Sabar.” Allahu Akbar walillahil hamd! Lalu, adakah jaman sekarang seorang anak yang mau “disembelih” oleh ayahnya dalam rangka taat kepada perintah Allah dan RasulNya? Bahkan ketika perintah orang tua berupa kebaikanpun, anak jaman sekarang banyak yang menolak dengan dalih beraneka rupa. Semoga Kita dan keturunan Kita, termasuk dalam keluarga yang bersinergi, dalam Taqwa kepada Allah. Amiin Ya Robb.
Kisah ini, saya cukupkan sampai disini. Intinya, Allah memeritahkan Nabi Ibrohim, untuk menyembelih anaknya sebagai awal disyariatkan perintah Qurban, melalui Mimpi. Kita cetak tebal, MIMPI.


Dalam ayat yang yang lain, Allah kembali memberikan kepada Kita bahan renungan. Temanya sama, MIMPI. Kali ini, objeknya adalah Nabi Yusuf dan Ayahnya, Ya’qub ‘Alaihissalam. Sang anak yang tampan itu, bermimpi. Katanya mengadu pada Ayahnya, “Wahai Ayahku, aku bermimpi melihat Sebelas Bintang, Matahari dan Bulan, Semuanya bersujud kepadaku.” Subhanallahi walhamdulillahi wa laa ilaha illallahu Wallahu Akbar ! Kawan, sejenak mari membayangkan, satu matahari saja, sudah seterang siang ini. Satu rembulan saja, sanggup menerangi malam yang gulita, satu bitang saja, bisa menjadi pelita dikegelapan malam, Bi Idznillah. Lalu, seterang apakah jika kemudian berkumpul ke”sebelas”an Bintang, ke”sebelas”an matahari dan ke”sebelas”an Bulan? Maha Suci Allah dengan segala FirmanNya. Tentunya, kita tidak lantas berkata, “Jika sebelas matahari, maka dunia akan hancur kepanansan.” Bukan itu, ini adalah sebuah bentuk keMaha Agungan Allah dengan Hikmah yang diturunkan kepada Nabinya,Yusuf ‘Alaihissalam. Tentunya, Hikmah itu jauh lebih besar dari sekedar bintang, matahari maupun bulan dalam lukisan Mimpi nabi tertampan itu.


Lantas, Apa kata sang Ayah? Ya’qub Alaihissalam kemudian berkata kepada anak kesayangannya itu, “ wahai Anakku, jangan kau ceritakan mimpimu ini kepada saudara-saudaramu.” Tentunya, kita sepakat, jika para saudara Nabi Yusuf diceritakan tentang mimpi tersebut, semuanya akan memberikan “mosi” tidak percaya kepada Yusuf dan kebencian mereka yang bertambah kepada Nabi yang kelak memimpin Mesir itu. Oleh karenanya, Sang Ayah kemudian berpesan agar Yusuf, tidak menceritakan Mimpinya tersebut.


Dalam episode berikutnya, Yusuf dihadapkan pada peristiwa yang sama, MIMPI. Ya! Lagi- lagi Mimpi. Setelah sebelumnya dia sendiri yang bermimpi, kali ini yang bermimpi adalah Raja Mesir. Dalam ayat Empat Puluh Tiga surat Yusuf, difirmankan, “Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering." Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat mena'birkan mimpi." Mendengar penuturan sang Raja, Para pembesar kerajaan Kebingungan dan sibuk menakwilkan mimpi itu. Maka, dengan ijin Allah, sampailah mimpi tersebut kepada nabi Yusuf. Beliau kemudian menafsirkan mimpi Sang Raja. Tentunya, kita wajib percaya terhadap penafsiran Nabi Yusuf. Karena beliu adalah utusan Allah, dan penafsirannya ini terbukti kebenarannya. Kata Nabi Yusuf, “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur." ( Qur’an Yusuf ayat 47 – 49 )


Lagi- lagi kita diajak untuk menelusuri Kedalaman Hikmah yang Allah karuniakan kepada Nabi Yusuf ‘Alaihiissalam. Dan lantaran penafsiran Mimpi beliau tersebut, dimana yag beliau katakan, semuanya adalah benar, maka Yusuf diangkat menjadi Bendahara Kerajaan Mesir kala itu.

Kawan, ini adalah mimpi ketiga. Setelah sebelumnya kita membicarakan Mimpi Ibrahim ‘Alaihissalam, Mimpi Yusuf ‘alaihissalam dan Mimpi Raja Mesir.
Selanjutnya, kita akan mendiskusikan Mimpi Ke-empat, Mimpi Sang Kekasih Allah, Muhamamad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sesaat sebelum genderang  Perang Uhud di tabuh, Sang Nabi mengumpulkan para sahabat. Beliau meminta pendapat para sahabat, akankah kaum muslimin bertahan di Madinah, atau keluar ke uhud, menyongsong Musuh di Gunung mulia itu? Para sahabat yang Rindu Surga, para sahabat yang dikaruniai Basyirah, dimana mereka bisa mencium bau surga ketika di dunia, serta merta berkata, “Ya Rasul, sudah lama kita merindukan Surga. Lama juga kami rindu berperang melawan musuh-musuh Allah. Lalu, mengapa kami harus menunggu kedatangan mereka di madinah? Bukankah akan lebih NIkmat jika kita bersama menyongsong musuh? Memerangi mereka habis-habisan dan kemudian menjadi Syuhada’? atau Kita menang dengan kemuliaan  agama ini?”  Seperti dikomandoi, Para Sahabat meng”iya”kan pendapat tersebut. Mereka sepakat untuk keluar dan menghajar musuh, di Gunung Uhud. Sejenak sebalum hasil musyawarah diputuskan, Sang nabi Mulia bersabda. intinya, bahwa Beliau bermimpi. Dalam mimpinya itu, Nabi melihat ada lembu yang disembelih, Mata pedang beliau tergigir dan Tangan beliau disembunyikan di balik baju besinya. Namun, para sahabat tidak bergeming, dengan strategi yang telah disusun bersama, Rasulullah dan para sahabat Berbaris dalam barisan yang kokoh untuk menyerang musuh, di Sekitar Gunung Uhud.

Mimpi yang dialami oleh Rasulullah di atas, bukanlah mimpi sembarangan. Lembu yang disembelih, diartikan sebagai para sahabat yang terbunuh Syahid. Mata pedang yang tergigir diartikan sebagai bagian tubuh Nabi yang kemudian terluka dalam perang yang dimenangkan oleh Musuh Allah itu. Sedangkan Tangan yang disembunyikan dibalik baju besi beliau, bermakna Bahwa beliau seharusnya berlindung di balik kota madinah. Subahanallahi walhamdulillah. Ini adalah Hikmah. Ini adalah pelajaran, bahwa Para orang sholikh, senantiasa mendapat pelajaran. Sekalipun dari mimpi yang mereka alami. Bahkan, Mimpi yang mereka alami, adalah bagian dari tanda kenabian itu.


Sahabat sekalian, Empat Mimpi di atas, hendaknya menjadikan kita lebih peka. Peka utuk selalu menerima sinyal kebaikan yang Allah berikan. Baik melalui alam maupun mimpi-mimpi Kita. Apalagi Mimpi yang terjadi manakala Kita memulai tidur dengan melakukan sunnah nabi. Dimana kita memulai tidur dengan ritual Kenabian yang diajarkan oleh rasulullah. Mimpi kita kala itu, bisa jadi adalah pertanda kebaikan yang Allah berikan kepada kita, orang-orang beriman.
Tentunya, mimpi-mimpi yang kita alami, hendaknya menjadikan kita semakin dekat dengan Allah. Menjadikan Iman dan Taqwa kita semakin tebal. Bukan sebaliknya.


Maka, ketika kita bermimpi “MATI” , maknanya bisa jadi, bahwa selama ini kita lalai untuk meumpulkan bekal setelah kematian. Kemudian Allah mengingatkan kita lewat Mimpi. Agar kita bersegera mengumpulkan bekal untuk kehidupan akhirat yang lebih abadi. Begitupun ketika kita bermimpi membaca Qur’an, padahal sebelumnya, Kita jauh dengan Kitab Allah itu, maka maknanya, bisa jadi adalah Allah mengehendaki kita agar dekat dengan Alqur’an. Agar kita membacanya, menghafalnya, dan berhukum dengannnya. Dan seterusnya.


Namun, jangan sampai kita salah tafsir. Karena HAMKA, dalam Tasauf Modern menerangkan TIga Jenis Mimpi :  Mimpi dari Allah, Mimpi Dari Setan dan Mimpi yang terjadi karena aktivitas sehari- hari Kita. Artinya, jangan berlebihan dalam memaknai Mimpi, jangan pula terlalu mengabaikannya. Islam, dalam segala hal mengajarkan kita pada sikap pertengahan. MODERAT.


Terakhir, Mari maknai setiap jengkal kehidupan kita. Jangan biarkan setiap kesempatan, setiap kejadian terlewat begitu saja, tanpa kita maknai. Karena HIkmah, adalah milik Orang Mukmin. Maka, dimanapun Kita menjumpainya, Ambillah. Lalu sebarkan.

Mari, megunduh Hikmah, termasuk dalam mimpi-mimpi Kita. Selamat Bermimpi. Semoga Mimpi Indah. Semoga Allah bersama mimpi-mipi Kita. Kalau boleh tahu, semalam kau mimpi apa Kawan?^_^

Senja bertabur Hikmah, Depok 20 Rojab 1432 H.

Selasa, 16 Agustus 2011

Selamat Menikmati Pacaran Setelah Pernikahan ( Sebuah catatan pernikahan untuk sahabatku yang TELAH menikah,)


Bismillah,
Kumulai tulisan ini dengan menyebut nama Allah. Agar tulisan yang sedikit ini, membawa manfaat sebanyak – banyaknya. Entah bagi Penulis, terlebih bagi yang “mau” membaca. Kemudian, jika di dalamnya terdapat kesalahan, maka hal itu pasti. Karena penulisnya hanyalah manusia biasa. Kata Group Band Radja, “ Aku … hanyalah .. Manusia Biasa, yang tak pernah lepas dari kesalahan.” Hehehe. Oleh karenanya, mohon dimaafkan dan dikoreksi, untuk kebaikan bersama.


Baiklah,
Setelah Basmalah, aku ingin berdoa, bagi pembaca, silahkan mengamini, “ Barokallahu laka, wa baroka alaika, wa jama’a bainakumaa fii khoir.” Semoga Allah memberi  keberkahan kepadamu, keberkahan atasmu dan memberkahi keduanya (kau dan pasanganmu) serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” Amiin Ya Robbal ‘alamiin. Doa inilah doa terbaik bagi saudari Kita Nur Anita Listyoningrum dan Benny Ismail yang akan melaksanakan akad nikah, Insya Allah besok pada Hari Jum’at , 22 Juli 2011. Doa yang lebih baik dari sekedar, “Selamat Ya,”, “Selamat Menempuh Hidup baru,” atau doa-doa serupa lainnya. Mengapa ? karena kita sepakat, yang dicontohkan nabi adalah yang terbaik jika dibanding dengan contoh dari manusia biasa.

Ini, kutulis untuk kedua mempelai, yang sudah menjadi suami istri, yang belum juga menemukan belahan hati, juga diriku. Ya, ini adalah nasehat untuk diri sendiri. Nasehat yang sangat dianjurkan diberikan kepada saudara sesama muslim, juga saudara sesama umat manusia. Karena sabda Nabi, “Agama adalah Nasehat.”

Saudaraku,
Menikah bukanlah akhir. Ia adalah permulaan. Maka, permulaan sangatlah menentukan baik dan buruknya proses berikutnya. Jika menikah yang dijalani hanyalah diniatkan untuk meraih Ridho Allah, maka yakinlah ! Bahwa sesudahnya adalah Barokah. Begitupun sebaliknya, Jika menikah hanya karena ingin memuaskan nafsu, atau atribut duniwai lainnya, maka bersiaplah berada dalam kecewa. Tentunya, kita berharap, semoga niat kedua mempelai dan niat kita kelak dalam menikah adalah karena Allah bukan yang lainnya. Sehingga pernikahan Kita akan dilimpahi keberkahan dari Allah yang Maha Memberkahi.

Menikah adalah berubah. Ya, tapi bukan berubah seperti satria baja hitam atau power ranger, melainkan merubah status. Yang tadinya Lajang, sekarang menjadi menikah. Maknanya, setelah menikah, kita akan mempunyai pendamping. Dimanapun kita berada. Entah di kamar, di dapur, di rumah, di jalan, di masjid, ketika ke pasar, ketika pergi haji dan seterusnya. Maka, kebersamaan ini jangan hanya dimaknai kebersamaan fisik. Karena bagaimanapun, fisik sangatlah terbatas. Maknailah ia dengan kebersamaan Ruhani. Kebersamaan jiwa. Meski diri berpisah, tapi hati selalu berpelukan. Oh, Indahnya! Jadi, ketika suami tugas ke luar negeri, tugas ke luar kota atau ada urusan diluar, kita bisa terus membersamainya, baik dengan doa juga bertemunya dua hati dalam naungan cinta ilahi. Lalu bertanyalah, “ Jika kita sudah menikah tapi masih merasa sendiri?”, Bisa jadi ada yang salah dengan diri kita. Begitupun sebaliknya, jika belum menikah tapi sudah merasa bersama, ada juga yang “kurang tepat” dari diri Kita.

Menikah itu asyik. Ups! Maaf, kayaknya salah ketik. Maksud saya, “Menikah itu Nikmat.” Hehehe, sama saja ya? Iya. Menikah itu nikmat. Tanya saja kepada yang sudah menikah. Ketika lelah, ada yang mijitin. Ketika mau makan, ada yang nemenin, ketika bosan ada yang menghibur, ketika nyuci, ada yang bantuin. Ketika masak, ada yang bantu menghabiskan. Hahahah. Oh iya, ketika lagi gak punya uang, ada yang minta uang. Hehehe. Singkatnya, setelah menikah ada sandaran untuk berbagi, tanpa batas, dimana dan kapan saja. Semoga kita dikaruniai pasangan yang selalu menikmati kebersamaan dengan kita, appaun kondisinya, hingga kita benar-benar berpisah dengan dia yang kita cintai.

Saudaraku,


Menikah adalah seni. Iya, bukan seni rupa ( jadi ingat Pak Sadiono Digdo Wirogo , hahahah ). Ia adalah seni mengolah kehidupan. Seni adalah Indah, begitupun dengan Nikah. Ia akan bertabur keindahan, kapan dan dimana saja, tergantung kemauan kedua pasangan nikah itu. Contohnya? Begini : “ Saya pulang kerja. Waktu itu kerjaan lagi sepi. Tanggal tua pula. Dipastikan, saya pulang dengan tangan kosong. Namun, hati saya dipenuhi cinta. Sesampainya di rumah, ada bidadari berjilbab pink yang menyambut dengan senyum manja. Ia menjawab salamku dengan lembut, lebih lembut dari es krim yang paling lembut. Kemudian ditariklah tanganku untuk dia salami. Dicium dikeningnya. Katanya, “ Mau makan apa Mas?” Suaranya merdu sekali. Semerdu kicauan burung di pagi buta. Jawabku, “ Emang adik masak apa ?” tanyaku, agak galau karena pagi tadi aku tidak meninggalkan uang untuk masak sore hari. Uangku habis. Apa jawab istriku? “Ada sayur asem, campur tempe disambeli. Meski seadanya, Adik memasaknya dnegan bumbu Cinta lho mas,” Subhanallah … ketika dalam kekurangan materipun, kita bias menikmati itu. Ups! Maaf, kok banyak yang mmebayangkan ???? Heheheheh


Menikah adalah ekspresi cinta. Jangan ragu untuk mengatakan, “ Aku cinta padamu “ kepada pasangan halalmu. Ungkapkan kebaikan setiap berjumpa dengannya. Tegur ia jika terbukti bersalah dan melanggar aturan Allah. Nasehati dengan cinta, sentuh ia dengan kasih sayang. Hindari sentuhan fisik ketika marah. Karena itu adalah perbuatan keji, tidak disukai Nabi juga dilarang oleh norma. Maka, cintailah pasanganmu sepenuh jiwa niscaya ia akan mencitaimu, seperti cintamu padanya.


Saudaraku,
Pasanganmu, bukanlah Malaikat. Ia adalah manusia biasa seperti halnya dirimu. Jangan berharap kesempuranaan darinya. Karena itu sia-sia dan tidak mungkin bisa, maka terimalah kekuranganya sebagaimana kau menerima kekuranganmu sendiri. Kemudian jadilah kedua insan yang senantiasa setia dalam setiap kondisi. Saling menasehati. Baik nasehat dalam kebenaran, nasehat dalam kesabaran, maupun nasehat dalam kasih dan sayang. Jika kau bisa melakukan ini, maka riak gelombang kehidupan, tidak akan membuat perahu kalian goyah.Gelombang dan badai itu, hanya akan mebuat pelukan kalian semakin kencang. Kemudian kalian berdua akan bersegera berlari menuju Allah, karena Dialah Maha Penolong atas setiap persoalan hambaNYa.



Saudaraku,
Keluarga pasanganmu adalah keluargamu juga. Hargai Mereka sebagaimana kau menyayangi keluargamu. Jangan anggap Mereka orang asing. Bagaimanapun, keberadaan keluarganya, telah berperan dalam menghadirkan dirinya sehingga menjadi pasanganmu. Maka, setelah itu, kau akan memiliki keluarga baru. Semoga ia juga menerima keluargamu apa adanya. Dan belajarlah dari mereka. Rajutlah tali silaturahim dengan mereka sehingga hidupmu berkah, rizkimu berlimpah dan umurmu panjang dalam keberkahan pula.

Saudaraku,
Tak baik jika aku berlama lama menulis ini. Karena aku, sama sepeti dirimu : Masih belajar. Mudah mudahan yang sedikit ini, banyak manfaatnya.


Pesan terakhir, “ Hadirkan kenikmatan-kenikmatan Ruhani diantara kalian berdua.” Menikah, tak dipungkiri siapapun , pastilah mengahadirkan kenikmatan fisik bagi kedua pasangan. Apapun jenisnya, saya kurang tahu. Jika menikah hanya untuk mendapat kenikmatan itu, maka alangkah meruginya kita. Karena hewanpun mendapatkan keikmatan serupa. Maka, ciptakanlah kenikmatan-lennikmatan ruhani dalam tiap jenak kehidupan kalian berdua.


Bangunkan pasanganmu untuk tahajud bersama. Rasakan indahnya suara suamimu ketika ia melantunkan ayat-ayat Allah disepertiga  malam terakhir. Minta ia untuk membaca dengan tartil. Maka, air matamu dan air matanya, akan bertemu dalam ketaatan. Rasakan indahnya, ketika isak tangis kalian berdua bertemu dalam mentadabburi ayat – ayat Allah. Subhanallah ….


Kemudian, ajak ia untuk menikmati santap sahur bersama. Ajak ia untuk rutin dalam berpuasa sunnah, semampu kalian. Maka, nikmat sahur berdua, akan membuat kita semakin bertaqwa, karena ada yang mau menyiapkan makanan bagi kita ketika sahur. Dimana sebelumnya, kita hanya ditemani “Magic Jar” ketika melahap makanan penuh berkah itu.


Belum lagi ketika kalian berdua menanti buka puasa bersama. Suamimu menyiapkan es teh, sedangkan istrimu sibuk memasak menunya. Sesekali, kalian bergantian dalam mengulang – ngulang hafalan Qur’an. Allahu Akbar Walillahil hamd. Kupastikan, masakan kala itu akan lebih nikmat dibanding hari biasanya.


Jangn lupa pula dengan tilawah bersama. Bergantianlah. Kau membaca, Istrimu mendengarkan. Ketika istrimu membaca, maka nikmati indahnya suaranya dalam melantunkan ayat –ayat Allah. Jika di tengah jalan ia salah baca ayat, cubitlah sedikti dan katakan padanya, “ Adik mikirn mas terus ya? Kok baca Qur’an-nya salah ?”

Aku jadi tak enak, karena tulisanku ini membuat yang belum menikah menjadi bersemangat dalam menjalankan sunnah nabi kita ini. Dan akupun, dari tadi tersenyum sendiri. Semoga ini adalah doa indah untuk pernikahan kita. Bukan sekedar mimpi, apalagi khayalan palsu.


Bagi yang sudah menikah, mohon maaf jika kemudian kalian berkomentar, “ Kok tahu Man kalau kami serig baca Qur’an bersama?” hahahaha. Peluang bagimu untuk menciptakan keindahan-keindahan rumah tangga lebih dulu Allah berikan kepada kalian. Maka, sangat disayangkan jika dilewatkan begitu saja.
Mari, perbaiki diri agar mendapat yag terbaik sesuai dengan kualitas diri kita. Semoga dengan menikah, kita bisa menghadirkan Surga di rumah Kita. Surga sebelum surga. …..

Ups! Ada yang lupa, jangan lupa bedoa agar anak yang terlahir adalah Sholih atau sholikhah. Azamkan untuk menghasilkan keturunan terbaik dengan jumlah terbanyak. Karena kita hanya boleh memilih dua hal : Menjadi pelaku kebaikan atau Pelaku kburukan. Semoga yang terlahir dari pernikahan kalian juga kami kelak, adalah Pelaku Kebaikan. Minimal, pendukung kebaikan. Amiin.

Semoga Allah mengumpulkan kita dalam keadaan terbaik di surgaNya. Amiin.


Apa? Ada yang bertanya? “Bagaimana jika belum punya anak?” jawabku, “ Jangan khawatir, Allah maha memberi. Jika belum diberi, janglah berputus asa. Yang perlu dilakukan adalah instropeksi diri dan semakin menghiba padaNya. Karena Ia akan memberi sesuai dengan kelayakan kita. Jika sekarang belum dikaruniai, maka kesempatan untuk belajar memperkaya teori masih terbuka lebar. Intinya, “Jangan patah semangat!!!”

Beriring doa, “ Semoga Allah mempertemukan kita dengan Jodoh Terbaik, dimanapun ia berada …. “

“ Selamat Menikmati Pacaran Setelah Pernikahan ….”

Dalam Dekpan Ukhuwah.


Kujemput Jodohku.

Ya Akhi, jika saat ini engkau sedang mengalami kesendirian dalam menanti sang pujaan, yakinlah bahwa dirinya yang akan segera diberikan sedang melakukan hal yang sama. Si dia sedang dididik dan ditempa oleh-Nya untuk menjadi pendamping lelaki sepertimu.


Ya Ukhti, engkau pun demikian. Jangan berkecil hati dan sempit pandangan hanya karena dia yang pernah menjadi pujaan, diyakini menjadi teman perjuangan, justru bukan sebaik-baik pilihan. Allah pasti sudah menyiapkan gantinya yang jauh lebih baik; jauh lebih saleh, jika engkau berupaya menjaga dirimu.


Tiada yang salah dengan janji-Nya. Tiada yang meleset dengan ketetapan-Nya. Tiada yang keliru dengan segala iradat-Nya. Semua telah dituliskan. Setiap kejadian telah dibukukan.


Oleh karena itu, sudah bukan saatnya lagi untuk merenung, menangis, menyesali diri, apalagi sampai menyalahkan takdir yang telah terjadi. Ciptakan mimpi, raih prestasi. Jemputlah sang kekasih pujaan hati dengan penuh keyakinan dan tetap menjaga semangat tinggi. Engkau berani?

Judul Buku : Kujemput Jodohku
Penulis : Fadhlan Al Ikhwani
Penerbit : Proumedia
Pemesanan : Pirman ( 0878-8792-6822)

Said Al Khathir - Ibnu jauzi Rakhimahullah.



Inilah karya yang melambungkan nama Ibnul Jauzi rahimahullah. Buku ini berisikan kumpulan renungan yang mendalam, ide yang unik dan catatan yang brilian. Buku ini membicarakan pengalaman pribadi Ibnul Jauzi, sudut pandangnya terhadap alam semesta, kehidupan dan para pelakunya serta renungan-renungannya tentang kehidupan nyata.

Dalam buku ini penulis mempersembahkan nasihat-nasihat berharga lewat pengalaman-pengalaman pribadinya dalam seluruh jenis hubungan sosialnya. Beberapa bahasan dalam buku ini antara lain: Cara Berhubungan dengan Penguasa, Memikirkan Akhir Kehidupan, Diet Jiwa, Manfaat dan Fungsi Menikah, Jebakan-Jebakan Duniawi, Kelezatan Bermunajat, Manfaat Umur Panjang, Menghindari Perbuatan yang Memberatkan, Bahaya Terlalu Percaya pada Orang Lain, dan banyak bahasan penting lagi menarik lainnya.  Dalam buku ini Ibnul Jauzi berbicara dengan gaya bahaya lugas dan menawan, dengan menghimpun bahasa akal dan bahasa rasa.

Penulis juga memperkuatnya dengan argumentasi yang kuat dan dalil yang kokoh. Sehingga, setiap nasihat dan renungan penulis menjadi penawar dahaga di tengah banjir hawa nafsu dan kemarau iman.


Judul Buku: Shaid Al-Khatir
Penulis: Ibnu Al-Jauzi
Harga: Rp. 80.000,-
Pemesanan : Pirman ( 0878-8792-6822)

Senin, 15 Agustus 2011

Motisakti

Ayo buka TELINGA, buka MATA, dan buka HATI. Ketika masalah hadir, dan frustasi mampir, yakinkan pada diri bahwa Anda bisa melaluinya dengan selamat. Karena, semakin besar perma-salahan Anda, maka semakin besar pula kualitas diri Anda.

Buku ini menyajikan sembilan jurus pilihan agar kita dapat menjadi pendekar motisakti yang tidak mudah menyerah kala menghadapi coba-an. Kesembilan Jurus itu adalah:


Jurus ke-1: Mulailah dengan fokus
Jurus ke-2: Ops! Berhentilah dari berhenti!
Jurus ke-3: Tundukkan keraguanmu!
Jurus ke-4: Isilah bahan bakarmu
Jurus ke-5: Sinergikan kekuatan dan bangun empati
Jurus ke-6: Ada prestasi di balik frustasi
Jurus ke-7: Kuburkan egomu
Jurus ke-8: Temukan arti cinta
Jurus ke-9: (Jurus pamungkas): Inilah saatnya beraksi!

Buku ini hadir agar kita mampu bertahan melewati tantangan dan hambatan dengan ber-bekal sebuah optimisme, bahwa ketika frustasi hadir di tengah-tengah kita, sejatinya kita sudah dekat dengan prestasi. Motisakti mengajarkan kita agar dapat menjadi remaja yang berprinsip "bisa tidak bisa harus bisa".

Judul: MOTISAKTI
Penulis: Zen el-Fuad “SINERGI”
Harga: Rp. 24.000,-
pemesanan : 0878-8792-6822 (pirman)

Cara Cerdas Menghafal Al Qur'an

Nikmat Al-Qur`an merupakan karunia dan anugerah paling agung yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Manusia yang tidak mempunyai respon terhadap firman Allah, tidak pula memenuhi seruan-Nya, seolah makhluk yang belum pernah terlahir di muka bumi ini. Pada dirinya tak ada kehidupan.
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada apa yang memberi kehidupan kepada kamu.” (Al-Anfâl: 24).
Secara lebih khusus, nikmat yang sangat besar dikaruniakan kepada sekelompok hamba-Nya yang bukan saja beriman, namun juga menghafal
Al-Qur’an. Allah sangat meninggikan derajat serta melipatgandakan pahala mereka.
Selain itu, Allah memerintahkan kaum beriman untuk memuliakan dan memprioritaskan mereka dibandingkan yang lain. Setidaknya, hadits Nabi ` mengisyaratkannya:
“Sesungguhnya Allah akan meninggikan (derajat) suatu kaum dengan
Al-Qur’an ini, dan dengannya pula Dia akan merendahkan (derajat) kaum yang lain.” [HR Muslim]

Buku ini berusaha mengeksplorasi faktor-faktor penting yang bisa membantu untuk merealisasikan tugas suci dan cita-cita agung menghafal Al-Qur’an.
Ditulis oleh dua pakar yang memiliki latar belakang yang berbeda.
Dr Abdurrahman Abdul Khaliq adalah doktor di bidang syariah lulusan Universitas Islam Madinah. Sedangkan Dr. Raghib As-Sirjani adalah doktor di bidang medis lulusan Amerika. Kesibukan studi dan berdakwah tidak menghalangi dari menghafal Al-Qur’an 30 juz. Bahkan, keduanya masih sempat membagi kiat suksesnya dalam buku ini.


Apa saja resepnya? Jawabannya ada di buku ini.

Apa saja resepnya? Jawabannya ada di buku ini. Selamat menghafal!

Daftar Isi :
(1) Bagaimana menghayati Al-Qur’anul Karim,
(a) wajib mempelajari bahasa Arab,
(b) mengkaji sirah Rasulullah,
(c) berusaha memahami tafsir Al-Qur’an,
(d) Totalitas dalam belajar dan mengamalkan Al-Qur’an,

(2) Teknis dan aplikasi praktis menghafal Al-Qur’an,
(a) menghafal Al-Qur’an adalah mukjizat,
(b) kaidah pokok dalam menghafal Al-Qur’an,
(c) kaidah pendukung dalam menghafal Al-Qur’an,
(d) kaidah-kaidah emas dalam menghafalkan Al-Qur’anul Karim.

Kaidah pokok dalam menghafal Al-Qur’an.


Kaidah 1 : Ikhlas
Kaidah 2 : Tekad yang kuat dan bulat
Kaidah 3 : Pahamilah besarnya nilai amalan anda
Kaidah 4 : Amalkan apa yang anda hafalkan
Kaidah 5 : Membentengi diri dari jerat-jerat dosa
Kaidah 6 : Berdoalah!
Kaidah 7 : Pahamilah makna ayat dengan benar
Kaidah 8 : Menguasai ilmu tajwid
Kaidah 9 : Sering mengulang-ulang bacaan
Kaidah 10 : Melakukan shalat secara khusyuk dengan ayat-ayat (surah) yang dihafal

Selamat menghafal!

Penulis:
1. DR. Raghib As Sirjani
2. DR. Abdurrahman Abdul Khaliq
Ukuran: 14 x 20 cm ; hal


Cara Cerdas Menghafal Al Quran
Harga Rp. 23.000
pemesanan: Pirman ( 0878 8792 6822 )

Propetic Parenting

Berdasarkan kajiannya terhadap Sirah Nabawiyah dan As-sunnah, penulis mengungkapkan bahwa pendidikan bagi anak bermula dari ketika kedua orangtua menikah. Kemudian hubungan kedua orangtua, kesalehan mereka dan kesepakatan mereka dalam melakukan kebajikan, memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam membentuk sisi psikis dan kecenderungan ...bagi sang anak.

Dalam buku ini penulis mengetengahkan pentingnya pertumbuhan anak di gendongan ibunya, keluarganya dan lingkungannya serta hubungan kekerabatan dengan kedua orangtua dan karib-kerabatnya. Juga tentang pentingnya menjaga nilai-nilai islami dalam masa pertumbuhannya dan membiasakannya untuk selalu berpikir.
Penulis juga menekankan tentang pentingnya memakai berbagai media dan alat peraga yang sesuai dengan usia anak. Itu semua beliau simpulkan dari metode pendidikan Islam, hadis-hadis Nabi Shallallâhu ’alayhi wa Sallam dan pernyataan para pakar pendidikan Islam.


“Setiap keluarga Muslim membutuhkan buku ini untuk diletakkan dalam perpustakaan pribadi dan ditelaah, kemudian seluruh petunjuk kenabian yang terdapat di dalamnya diaplikasikan dalam bentuk amal nyata.”
Doktor Mahmud ath-Thahhan
(Ketua Jurusan Tafsir dan Hadits, Fakultas Syariah Universitas Kuwait)

Judul: Prophetic Parenting: Cara Nabi Mendidik Anak
Penulis: DR. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid
Harga: Rp. 85.000,-
Pemesanan : Pirman ( 0878 - 8792 - 6822 )

Sudahkah Kita Bersedekah Hari Ini???

Adalah Yazid Bin Habib, salah seorang generasi terbaik umat ini. Ia menceritakan kepada kita perihal sahabatnya, Abul Khoir.

Diceritakan oleh Yazid bin Habib, bahwa Abul Khoir adalah orang yang selalu datang pertama kali di setiap shalat subuh. Tidak ada orang yang lebih dulu darinya. Sebuah kebiasaan baik yang  jarang kita temui di jaman sekarang. Di jaman akhir dimana kehidupan dunia lebih didamba dan diburu oleh generasinya. Disamping  itu, ada satu lagi kebiasaan baik yang juga selalu dilakukan oleh Abul Khoir. Ia melakukan ini sepanjang hidupnya. Kebiasaan itu adalah, berinfak di pagi hari ketika berangkat shalat subuh berjamaah. Subhanallah!  Bahkan,  generasi Kita saat ini ,masih berhitung perihal apa yang akan  dimakan ketika uang yang hanya beberapa ribu digunakan untuk berinfak. Lain Abul Khoir, lain pula Kita. Satu yang sama : Sama manusianya.

Kemudiaan, pada perjalanan kehidupan kedua sahabat itu, Yazid menemukan keanehan pada suatu pagi. Apa pasal ? Abul Khoir mengantongi bawang ketika sudah berada di dalam masjid. Dengan heran, Yazib bertanya kepada sahabatnya itu,  “ Wahai sahabatku? Mengapa Kau membawa bawang ke rumah Allah ini ? Bukankah itu membuatmu dan membuat kita semua terganggu karena baunya?” dengan senyum yang agak dipaksakan, Abul Khoir menjawab lirih, Ia nampak malu. Jawabnya, “ Wahai sahabatku Yazid, hanya ini yang kupunya untuk kusedekahkan di pagi hari ini.” Subhanallahi Walhamdulillah!

Kisah ini bukan cerita hampa. Ini adalah fakta sejarah yang tertulis rapi dengan tinta  emas sejarah. Dimana ketika itu, yang didamba oleh mereka hanyalah Surga dan Ridho Allah, bukan selain itu. Ketika mendengar seruan, baik wahyu maupun hadits dari Nabi, mereka tidak berpikir panjang. Mereka serta merta mengatakan, “Kami mendengar dan Kami taat.” Dan mereka tidak berhenti pada tataran itu. Lebih dari itu, mereka mencoba dengan sekuat tenaga, hingga titik penghabisan untuk melakukan perintah itu.
Mereka melakukan itu bukan karena dunia, bukanpula karena menghendaki pujian sesama, bukan pula agar dikenang oleh generasi setelahnya. Yang membuat mereka melakukan hal itu adalah sabda Sang Rasul Mulia dalam sebuah riwayat, ”Setiap awal pagi, semasa terbit matahari, ada dua malaikat menyeru kepada manusia di bumi. Yang satu menyeru, ‘Ya Tuhanku, karuniakanlah ganti kepada orang yang membelanjakan hartanya kerena Allah’.Yang satu lagi menyeru, ‘Musnahkanlah orang yang menahan hartanya’”

Sedekah, selamanya adalah manfaat. Meskipun dalam kaca mata sebagian Kita, hal itu bisa mengurangi harta Kita. Oleh karenanya, diperlukan keimanan yang baja untuk dapat mempraktekan apa yang diajarkan oleh Rasulullah, sebagai sebaik-baik Teladan. Sedekah adalah Burhan, Bukti. Bukti keimanan Kita kepada Allah dan  RasulNya.

Sebagaimana Abul Khoir, kitapun akan membuktikan, bahwa Sedekah akan teus kita lakukan, sesuai dengan yang kita miliki. Abul Khoir telah menyedekahkan harta terakhirnya, sekantong Bawang. Lantas, Apa yang telah kita siapkan setiap hari untuk bersedekah?

Semoga di bulan Mulia ini , sedekah kita lebih kencang dari bulan-bulan sebelumnya. Selamat bersedekah, dan Tersenyumlah! Karena, “ Senyummu kepada saudaramu, Kata Nabi, “adalah Sedekah.” Wallahu A’lam Bis Showab.

Kamis, 11 Agustus 2011

Kami, Rindu padamu .....


Pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab, ada sebuah kisah yang membuat kita takjub. Kisah pengangkatan salah satu gubernur di daerah Al Hims. Waktu itu, sang Khalifah yang terkenal tegas ini meminta kepada sahabatnya, Said Bin Amir Al Jumahi untuk menjadi gubernur di daerah Al Hims. Al Faruq – julukan Umar- bukanlah sembarangan dalam menunjuk. Said adalah pribadi yang terbukti jujur dan tulus. Yang Ia lakukan pastilah tulus karena Allah dan RasulNya.

Maka, Umar berkata, “ Wahai saudaraku, Aku serahkan Al Hims kepadamu. Jadilah pemimpin yang menegakkan kalimat Allah di bumiNya.” Dengan terbata, Sahabat yang juga tawadhu’ ini menolak, dengan halus. Ia tidak mau hisabnya di akhirat diperberat karena kekhawatirannya jika tidak amanah. Maka, Umarpun mendesak dan mengingatkan kepada Said agar ia mematuhi Perintah Allah, RasulNya dan pemimpin kaum muslimin yaitu Umar sendiri. Said pun akhirnya menyanggupi amanah itu. Ia memimpin Al Hims.


Setelah berlalu bebarapa masa kepemimpinan Said. Umar mengundang beberapa utusan dari Al Hims untuk menghadap kepadanya. Kata umar, “Tulislah nama - nama fakir miskin yang ada di daerah kalian!” Perintah Al Khattab. Utusan itu pun menulis sejumlah nama dan menyerahkannya kepada Amirul Mukminin. Ia terhenyak, kaget bukan kepalang ketika mendapati dalam daftar fakir miskin itu terdapat nama Said Bin Amir. Umar bertanya heran kepada utusan itu, “ Siapakah Said Bin Amir? ” Sang utusan menjawab, “ Ia adalah pemimpin Kami, Gubernur Al Hims. Sudah beberapa hari ini dapurnya tidak mengepulkan asap. Ia tidak punya apapun untuk sekedar memenuhi perutnya dan keluarganya.” Allahu Akbar walillahil Hamd.


Maka, Umar pun iba. Hatinya yang gagah menjadi leleh. Ia menangis. Lalu dititipkannya 100 dinar kepada sang utusan, “ Berikan ini, sedekah dariku untuk pemimpinmu.” Sang utusanpun pulang. Sesampainya di Kantor kegubernuran, ia memberikan titipan dari sang khalifah. Said pun membuka titipan itu. Seketika itu juga, ia memerintahkan kepada stafnya untuk membagikan sedekah itu. Katanya, “ Bagikan ini kepada fakir miskin. Sungguh! Gajiku dari Baitul Maal jauh lebih cukup untuk sekedar menghidupi diri dan keluargaku.”

Kita selayaknya malu. Malu bercampur takjub. Bertasbih kepada Allah karena hambaNya yang luar biasa ini. Dimana pada saat-saat seperti ini, Kita membutuhkan sosok Said yang teguh. Yang mengatakan “Gaji saya cukup” padahal dalam beberapa hari dapurnya tidak mengepulkan asap, karena tidak ada apapun untuk dimasak. Sementara Ia adalah seorang Gubernur.


Lantas, apakah Said termasuk orang yang enggan dengan harta? Apakah Ia termasuk orang yang menjauhi harta dengan dalih Zuhud? Tidak !!! Sebelum menjabat sebagai gubernur, ia adalah seorang saudagar kaya yang omset kekayaannya setara dengan Abu Sufyan dan saudagar Arab lainnya. Sebelum menjabat, Said adalah pribadi yang dekat dan akrab dengan harta. Tapi, Ia sadar. Kepemimpinan bukanlah untuk memperkaya asset. Bukan untuk menumpuk harta. Bukan! Bagi dia kepemimpinan adalah sarana untuk melayani. Sarana untuk meratakan kemakmuran. Agar Islam, terasa rahmatnya, bagi seluruh alam.


Adakah di zaman globalisasi ini, pemimpin seperti Said Bin Amir yang begitu dihormati namun tak mampu memenuhi kebutuhannya sehari-hari? Bahkan, Pemimpin kita sekarang, lebih suka bermewah-mewahan sementara rakyatnya kelaparan.


Kita berharap, dan akan terus berupaya, agar pribadi seperti Said ini akan terus ada. Yang merasa perlu berbagi meski ia sangat membutuhkannya. Yang terus memberi meski diri dan keluarganya kekurangan. Mudah mudahan Allah menjadikan kita penerus generasi itu, generasi terbaik yang pernah dimilki oleh umat ini. Bukan generasi yang sebaliknya. Generasi yang cinta harta, kemudian mengampu jabatan, bukan untuk melayani, melainkan menambah pundi - pundi harta, baik untuk dirinya, keluarga besarnya, ataupun partainya.


Seperti halnya said, mulai sekarang kita akan belajar, minimal berniat untuk menyerupainya. Meski kita faham, kita sadar, kita takkan mungkin bisa seperti dirinya. Hanya mendekati.
“Wahai Said Bin Amir, berbahagialah dengan nikmat Tuhanmu karena amal perbuatanmu ketika di dunia ini. Kami menjadi saksi atas kebaikanmu. Wallahu A’lam.”
Dimuat di : http://pena-santri.blogspot.com/2011/07/meneladani-said-bin-amir-al-jumahi-oleh.html
dengan perubahan judul.

Rabu, 10 Agustus 2011

Curahan Hati Sang "ARTIS" Teladan .


Maaf, jika judul tulisan saya aneh. Tapi, saya rasa tak terlalu masalah dengan judulini. Karena yang saya tuliskan benar adanya, “Artis itu, mengaku dihadapan kami, malam itu.”

Namanya Oki Setiana Dewi, kawan-kawan pasti kenal dengan dia. Ya, dialah Anna Al Thafunnisa dalam Ketika Cinta Bertasbih. Kemarin, dia menyambangi kami dalam acara Mabit yang diselenggarakan oleh Rumah Al Qur’an Darut Tarbiyah. Mabit tersebut dilaksanakan di masjid Raya At Taqwa – Pasar Mingu – Jakarta Selatan. Kemarin, dia mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya kepada kami.

Lalu, mengapa  kutulis curhatannya? Tiada lain tiada bukan, agar Kita berkaca kepada diri perihal kehidupan yang telah Ia jalani. Menurutku , “ Dialah artis paling “Rapi” Pakaiannya dibanding artis-artis lain.” Semoga Allah menjaga Dia dalam keistiqomahan, hingga dunia perfilman di negeri ini, diisi oleh artis dan aktor yang memang peduli dengan dakwah Islam, meninggikan kalimat Allah dibumiNya. Amiin Ya Robb.
Baiklah, saya mulai ceritanya.

Eh, maaf, ketika bercerita, dia berada di balik tabir. Jadi, kami seperti mendengar radio, ada suara tapi tidak ada orangnya. Hanya jama’ah akhwat yang tahu, apa  warna jilbab dan kaos kaki yang ia kenakan. Hehehe.


Ia memulai dengan salam. “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh” kala itu, Saya tengah menikmati akhir surat Al Ankabut, jadi kujawab sambil lalu dalam hati. “Baiklah, Saya ingin sedikit bercerita kepada Sahabat sekalian.” Ia melanjutkan, suaranya memang bagus, tak kalah dengan penyanyi yang suka “buka baju” di tempat umum.  “Saya sangat berbahagia berada di majlis ini. Saya sangat bangga berada di tengah-tengah kalian. Para bidadari-bidadri surga dan calon peminang bidadari surga yang menjadikan Al Qur’an sebagai sahabat sejati.” Suaranya mulai parau, nampaknya ia akan menyampaikan sebuah kisah haru dalam salah satu perjalanan kehidupannya.


“Beberapa pekan yang lalu, Saya berkunjung ke rumah Al Qur’an Universitas Indonesia yang berada di kawasan Beji – Depok. Ketika memasuki gerbangnya, hati saya bergetar hebat. Rumah itu memang kecil, bahkan Saya baru tahu bahwa di rumah itu , setiap kamarnya dihuni oleh 6 orang. Tapi, kecil fisiknya bukan berarti kecil pula maknanya.” Ia melanjutkan dengan alur mundur, kembali ke masa beberapa pekan yang lalu.


“ Yang membuat Saya bergetar takjub adalah para bidadari- bidadari dunia yang sibuk dengan mushafnya. Ada yang sekedar membukanya, khusyu’ bertilawah, sibuk hafalan, atau yang sibuk mengulang hafalan disetiap sudut rumah itu. Sungguh pemandangan yang menenangkan di tengah hedonisnya kehidupan di luar sana. Di rumah itu, Qur’an tidakpernah berhenti, ketika satu akhwat berhenti, maka akhwat lainnya melanjutkan. Sungguh!!! Hati saya bergetar  melihat pemandangan itu.” Saya jadi ikut bergetar mendengar penuturannya. Benarlah apa yang dikatakan oleh seorang bijak, “Sekuat apapun hati seorang Kesatria, akan luntur jika dihadapkan dengan kelembutan seorang wanita.” Ah, akupun menghentikan tilawaku. Pikirku, akan ada hikmah menarik yang bisa kutuliskan.


“ Sahabatku sekalian, menghafal Qur’an adalah cita-citaku.” Setelah sedikti terisak, Ia melanjutkan. Saya kaget. Baru kali ini mendengar ada artis yang bercita-cita menjadi penghafal Al Qur’an, dan ia nampak bersungguh-sungguh dengan niatnya itu. Aku tahu dari nada bicaranya. “ Semuanya bermula ketika Saya shooting film Ketika Cinta Bertasbih di Mesir. Saya sangat bersyukur dengan apa yang telah diberikanNya pada saya.” Lanjutnya, kembali ke masa lalu, ketika Ia berada di bumi para nabi. “Pada suatu hari, dalam sesi santai, kami jalan-jalan  untuk melepas lelah. Ada sekumpulan anak yang menghampiriku. Akupun menyambutnya dengan bahagia, mereka menganggap Kami seperti warga sendiri. Kemudian, terjadilah sebuah dialog yang menghenyakkan pikiran dan hati Saya. Sebuah dialog yang tidak pernah Saya bayangkan sama sekali sebelumnya. Ya, karena yang bertanya adalah anak-anak yang usianya sekitar belasan tahun.” Ia menuturkan dengan bersemangat. Saya mulai penasaran untuk terus mendengarkan.

“ Anak itu bertanya kepadaku, ‘ Kau seorang Muslimah?’ Jawabku, ‘Iya, saya Muslimah.” Sampai di sini, Ia berhenti. Ada tangis yang ditahannya. Entah, Aku tidak tahu. “Setelah itu, anak ini memberikanku sebuah pertanyaan yang tidak bisa Saya jawab. Pertanyaan yang menyadarkan kelalain Saya  selama ini. Pertanyaan yang membuat Saya tidak kunjung bisa memejamkan mata dalam bebarapa saat.”


“ Tanyanya, ‘ Hafalan Al Qur’anmu berapa Juz?’ Allahu Akbar walillahil hamd! Anak sekecil itu bertanya tentang hafalan. Saya diam terpaku. Lidah ini kaku untuk sekedar mengatakan berapa jumlah hafalan Saya. Saya malu, belum banyak hafalan. Saya malu pada diri sendiri, malu pada anak kecil itu dan sangat malu kepada Allah yang telah menciptakan diri ini. Rasa malu itu semakin bertambah ketika sahabat-sahabatnya menyahut, mereka menjawab padahal yang ditanya adalah Saya. Kata salah satu dari mereka, ‘Aku sudah delapan juz,’ Sahut yang lain, ‘Aku sudah  sepuluh juz,’ dan seterusnya.” Ah, tidak hanya Dia yang terdiam, hadirinpun tediam ketika mendapati pertanyaan itu. Kita memang terlalu lama lalai terhadap apa yang Allah perintahkan. Banyak sekali usia Kita yang kemudian terbuang, tanpa makna.
Sampai di sini, Dia benar-benar diam. Setelah bebarapa saat, Ia kembali berkata, “Sejak saat itu, Saya berkomitmen untuk kembali menghafal Al Qur’an secara rutin, sesuai kemampuan Saya.”


“Kemudian,” Dia melanjutkan kisahnya. “ Saya diberi nikmat dari Allah untuk melaksanakan Umroh. Di pinggiran masijid Nabawi, ada halaqoh Al Qur’an yang dipimpin oleh seorang ustadzah. Mereka berada dalam sebuah lingkaran, Lingkaran cahaya. Semua peserta adalah anak kecil, sekitar usia Sekolah Dasar. Dalam halaqoh tersebut, Saya bergabung. Ada sebuah hal yang ganjil. Saya, adalah peserta paling besar sekaligus paling aneh. Sayalah satu-satunya peserta yang memegang Mushaf Al Qur’an. Sementara anak anak kecil itu, tidak memegang Al Qur’an. Kajianpun dimulai. Sang ustadzah menyebut secarik ayat secara acak dalam Al Qur’an, kemudian anak-anak kecil itu dimintanya untuk melanjutkan bacaan ayat tersebut secara benar. Subhanallah sahabtku, Mereka melanjutkan dengan lancar apa yang dibaca oleh sang ustadzah. Dan kalian tahu apa yang kulakukan?” Isaknya semakin terdengar. Ia begitu menjiwai ceritanya.


Sambil menahan tangis agar tidak tumpah, Ia melanjutkan, “ Saya sibuk membolak balikkan mushaf mencari ayat yang sedang dibaca oleh anak-anak kecil itu. Dan sampai akhir, Saya hanya sibuk membolak-balik Mushaf dan tidak menemukan ayat yang kucari itu. Saya malu pada diri, malu pada anak kecil itu dan Sangat Malu pada Allah yang telah menciptakanku.”  Akupun jadi membayangan, jika yang berada di majlis itu adalah aku, mungkin akan lebih. Lebih sibuk mebolak balik mushaf, dan lebih malu dari dia. HUft! Masya Allah … Astaghfirullahal ‘adhiim… ampuni kelalaian kami Ya Robb….


“ Maka sepulang dari madinah, kesadaran Saya mulai tumbuh. Di tengah pujian berbagai pihak atas prestasiku di bidang lain, ternyata saya masih kalah dengan para penghafal Qur’an itu. Merekalah yang layak dipuji, merekalah yang layak di elu – elukan. Merekalah yang layak disanjung dan diagungkan. Karena mereka adalah pembawa panji islam, mereka keluarga Allah dan orang-orang pilihanNya.” Pungkasnya sambil tetap menahak isak.


***

Subhanallahi Wal Hamdulillah …
Saudaraku, ini adalah fakta. Ini bukan dongeng. Ini realita. Di sana, Mesir, Palestina, Madinah, Makkah dan negeri negeri muslim lainnya, banyak anak kecil yang telah hafal Al Qur’an, lengkap 30 Juz. Mereka menjadikan menghafal Al Qur’an sebagai sebuah ibadah unggulan. Mereka sadar, menghafal  Al Qur’an berarti menjaga kemurniaan Kalam Allah. Maka, bagi mereka adalah sebuah aib manakala dalam satu keluarga tidak terdapat Hafidz atau hafifdzah di dalamnya.
Mari berkaca dengan Negeri kita! Tak usah jau- jauh mengambil sampel. Lihatlah diri kita sebagai objeknya. Tak perlu orang lain. Bercerminlah, dan jujurlah! Katakan pada nuranimu yang terdalam, apa alasannya, hingga setua ini kita belum bisa menghafal Al Qur’an?


Akupun tak kuasa melanjutkan sahabat. Aku sendiri juga belum bisa menghafal keseluruhan Al Qur’an. Tapi, bukan itu esensinya. Yang terpenting adalah niat, tekad dalam menghafal. Sekuat otak, sesuai dengan batas kemampuan Kita. Lalu, serahkan semuanya pada Allah yang maha menganugerahi.

Ust Hartanto Saryono Al hafidz menyampaikan dalam salah satu taujihnya, “ Menghafal Qur’an, awalnya adalah karena MAU. Kemudian selanjutnya akan terwujud sesuai dengan sekuat apa kita berusaha. Dan akhirnya, semuanya bisa kita hafal karena ANUGERAH dari ALLAH. Bukan lantaran upaya Kita. Karena upaya Kita dalam menghafalpun, lantaran Anugerah dariNya.”


Sahabat, mari tekadakan, Minimal surat-surat pendek di juz 30. Alhamdulillah jika juz 30 sudah hafal. Maka kita tinggal menambah juz 29 serta beberapa surat yang sering dibaca, baik Yaa Siin, Al Waqi’ah, Ar Rohman, An NUr, Al Mulk, Ad Dukhan dan seterusnya hingga kemudian kita menghadap Allah dalam keadaan sibuk berinteraksi dengan Al Qur’an.
Seperti halnya Oki Setiana Dewi yang galau ketika tidak bisa fokus menghafal Al Qur’an, padahal prestasinya di bidang lain, sudah terbukti, sudah teruji. Ada sesuatu yang bisa Ia sampaikan ketika dimintai Hisab oleh Allah, ada prestasi yang bisa dibanggakannya dan diakui oelh banyak orang. Lalu, Bagaimana dengan Kita? Kira-kira, alasan apakah yang akan Kita kemukakan ketika Allah menghisab diri ini?

 “ Wahai diri!!! Ayolah !!! Bagaimana mungkin Kau akan bermalas-malasan jika Surga adalah Tujuanmu? Bagaimana mungkin Kau akan membuang waktu jika Menghafal Qur’an adalah cita citamu?”
Maka, cukuplah nasehat Utsman bin Affan untuk kita renungkan bersama, “ Jika hati kalian bersih, maka kalian tidak akan bosan dalam berinteraksi  bersama Al Qur’an.”

Mari, dekap Al Qur’an di bulan tempat diturunkannya ….. Selamat menyambut Ramadhan, Indahnya Ramadhan bersama Al Qur’an ….


Depok, 21 Sya'ban 1432 H. Seperti disampaikan oleh Mba' Oki Setiana Dewi , dengan perubahan seperlunya. Insya Allah tidak mengurangi makna.