Senin, 22 Agustus 2011

Catatan Kematian.

Bismillah,
Saya awali cerita ini dengan mengingat sebuah hadits masyhur, hadits yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Hadits yang seharusnya membuat kita lebih bijak dalam menjalani hidup, mengumpulkan bekal untuk datangnya MATI. Hadits tersebut berbunyi,” Perbanyaklah mengingat Penggugur semua Nikmat, yaitu KEMATIAN.” Sebuah hadits singkat yang menghenyakkan. Seharusnya, tidur kita tidak nyenyak, manakala hadits ini kita baca sementara bekal yang kita kumpulkan kurang. Sementara itu, kita justru terbuai dengan aneka warna nikmat yang Allah berikan kepada kita. Sehingga kita lupa MATI.

***

Catatan Pertama.

Jum’at, 10 Jumadil Tsani 1432 H / 13 Mei 2011 M
Selepas subuh, saya menyenderkan punggung ke dinding samping kanan masjid. Hendak memulai tilawah. Dengan langkah yang pasti, Pak Ali, salah satu pengurus masjid mengambil alih Microphone. Di tangannya ada selembar kertas putih. Nampaknya, ia akan membacakan isi tulisan di kertas tersebut. Saya kemudian menyebutnya dengan, KERTAS MISTERIUS. “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh” Ia memulai membaca. Firasatku sudah berkata, ini pasti berita duka. “ INNA LILLAHI WA INNA ILAHI ROJI’UN.” Seru bapak paruh baya itu. Semangat, namun ada getar yang mengiringi. Ia seperti menghayati apa yang sedang dibacanya. Untuk penekanan, ia mengulanginya. Sebanyak 3 kali. “TELAH BERPULANG KE RAHMATULLAH, Ibu Fulanah Binti Fulan. Meninggal pada Pukul 01.30 WIB. Semoga Allah menerima Amal kebaikan Beliau, mengampuni dosa beliau dan menempatkan Beliau di tempat terbaik di sisiNYa.” Kira kira seperti itu kalimat doa yang mengiringi PENGUMUMAN KEMATIAN.


Sekarang, kita yang mendengar PENGUMUMAN itu. Tapi boleh jadi, bahkan pasti. Suatu saat, kitalah yang akan diumumkan. Sejenak kemudian, Aku bertanya, pada diriku sendiri, “ Bukankah jam segini, banyak orang yang Mati? Mereka yang enggan Bangun untuk Sholat berjama’ah di Masjid tanpa halangan yang Syar’i? Bukankah mereka berarti juga MATI?” bayanganku menerawang. Jika semua itu diumumkan, pastilah banyak orang yang memarahi pengurus masjid yang mengumumkan berita itu.

***

Catatan Ke-dua.

Siangnya, ketika Sholat Jum’at. Ada yang terasa aneh. Panas yang mendominasi. Bukan hanya aku, hampir semua jama’ah bersimbah peluh. Apalagi mereka yang kebagian shaff belakang. Kipas angin yang hanya dua butir, digunakan untuk meng-angin-i seisi ruangan, sekitar ratusan orang. Maka, yang terjadi adalah, PANAS.

Sang Khotib berkhutbah tentang Fitnah, Cobaan yang melanda negeri ini. Dia menyampaiakna bahwa hal ini merupakan buah dari Penafsiran Qur’an yang nyleneh. Kata Khotib, “ Golongan ini banyak yang MEMELINTIR ayat, sesuka hati mereka.” Kemudian dibedah tentang Bom di mapolresta Cirebon, Cuci Otak NII KW 9 dan seabreg peristiwa terbaru yang mengoyak Negeri ini. MIRIS.


Selepas doa setelah sholat,  sang Imam berdiri dengan suara mengagetkan, “ MAYIT Bawa ke Depan!” Aku terperanjak. Batinku berkata, “Kenapa Mati lagi? Tadi pagi kan sudah ada yang diUMUMkan mati?” Kemudian, Dia berkata “Kepada bapak-bapak dan saudara yang punya waktu luang, dimohon kesediaannya untuk ikut sholat jenazah.” Akupun bangkit. Sebelum bangkit dengan sempurna, aku sempat melihat keranda biru yang diusung menuju ke lantai utama masjid, untuk disholati. “ Astaghfirullah…” aku berbisik, pada diriku. Badanku, tiba – tiba bergetar. Ada aliran aneh yang menyentuh tubuhku, Kesadaran akan datangnya Mati. Matapun berkaca-kaca, mengkilat. Namun tak sampai meneteskan air. Kukuatkan untuk berdiri dan mengikuti Imam, Shalat Jenazah. Ketika Takbir kuangkat pertama kali, getaran itu bertambah dahsyat, “ Ya Allah, ampuni Kami. Kali ini kami yang menyolati. Tapi suatu saat, kami jualah yang akan disholati” Batinku berdialog seru, entah dengan siapa.


***

Catatan Ke-tiga.

Pukul 15.30 WIB. Sore harinya. Aku dan temanku beranjak pulang ke Depok. Dari Cakung - Jakarta Utara. Dengan senyum mengembang, karena baru selesai makan siang, kendaraan kami melaju pasti. Melewati jalan cakung arah tanjung priok, kemudian putar balik untuk masuk Tol, lewat gerbang Tol Cikunir. Kendaraan kami melaju kencang, 100km/jam. Sepanjang jalan. Langit terlihat muram. Ia seperti memendam amarah. Tak lama kemudian, ia menumpahkan semua isinya. Hujan yang berderai –derai, deras tak karuan, angin yang pontang panting disertai guruh dan halilintar yang berlomba. Semuanya kompak, MEMBUAT KAMI PANIK. Secara berkala kami memperlambat laju. Genangan air di jalan tol Jagorawipun nampak meninggi. Ah, di tengah sedikit panik, aku teringat di kampungku. Jika hujan deras begini, ini adalah momen tepat untuk belajar berenang, GRATIS. Walaupun endingnya adalah Menggigil dan dimarahin Ibu.
Tak terasa, kami memasuki KM 30an. Tiba-tiba macet. Kami bertanya-tanya. Ada apakah gerangan? Mengapa macet seperti ini? Padahal sebelumnya Lancar?

Kamipun menyimpan tanya kedalam hati masing-masing. Tidak berselang lama, kami melewati penyebab macet, Enam Mobil Mewah di Lajur kanan Secara KOMPAK melakukan TABRAKAN BERUNTUN. “ Inna LIllahi Wa Inna Ilahi Roji’un” mulutku bergumam. Walau tidak ada korban jiwa, ini merupakan salah satu perisstiwa yang Mendekatkan Ingatan kami pada sesuatu yang HAQ, MATI.

Ini adalah nasehat Kematian Ketiga. Pikirku, ini adalah nasehat KEMATIAN yang terakhir untuk hari ini.

***

Catatan ke-empat.

Suasana jalanan Tole Iskandar nampak seperti biasa, Ramai. Aku menikmati langkah, diiringi rintik, menyusuri trotoar di pucuk jalan itu. Tujuanku, masjid Baiturrahman. Aku ingin I’tikaf di sana selepas maghrib nanti. Tak berselang lama, baru sekitar 5 menit perjalanan, ada pesan singkat yang nyangkut di ponselku. Seorang sahabat dari kota sebelah, Bekasi. Setelah kubuka, bunyinya aneh, Nampak sendu. Tapi, aku menangkap ketegaran dr isi pesan tersebut. Begini bunyinya, “Sedih, Kakek yang di sini (Bekasi) Meninggal Dunia.”

Pesan tersebut tak lekas kubalas. Aku ingin menikmati kecamuk yang terjadi dalam fikirku. Bagaimanapun, ini adalah nasehat KEMATIAN keempat kalinya di hari ini. Si Kakek ( ALmarhum) meninggal dengan sebab, Bi Idznillah, terjatuh dari Atap. Untuk menegarkan, kukirim pesan balasan kepada sahabatku itu, “ Yang Sabar Mba’. Semoga in adalah cara terbaik bagi beliau untuk bertemu dengan Allah”.

Kawan, lagi-lagi aku berkata, “ Sekarang aku membaca pesan tentang kematian. Lusa, besok atau sesaat lagi, Jika Allah menghendaki, Aku pasti akan menjadi Objek di pesan tersebut. Aku, pasti akan dikabarkan dan benar-benar MATI.”

Apakah sudah selesai? Belum. Mari lanjutkan…

***

Catatan Ke-lima.

Pukul 22.00 WIB. Aku hendak mati, menuju kasur. Mati untuk sementara, TIDUR. “ Bismika Allahumma Ahya Wa Bismuka Amuut” Doaku diiringi istighfar yang bertubi-tubi. Di tengah istighfarku, ada pesan masuk. Dari adikku di pemalang. “Ada apa malam – malam begini mengirim pesan?” tanyaku sendiri. Jariku dengan sigap mebuka pesan itu. “ INNA LILLAHI WA INNA ILAHI ROJI’UN. Mas, Mak Pesek Mati” Aku bingung. Pesannya ambigu. Pasalnya, dikampungku ada 3 Pesek. Pesek Istrinya Om Hanto, Pesek Istrinya Pak Maman Dan Pesek Istrinya Om Tarjani, Bibiku sendiri. Dengan ekspresi bingung, kubalas  singkat, “ Mak Pesek Siapa?” dengan harap-harap cemas, aku menunggu pesan balasan. Selang beberapa detik, Adikku kembali megirim pesan. “ Mak Pesek Bojone Om Hanto. Ibune Win.”

Untuk kelima kalinya, saya dibuat terhenyak dengan kabar KEMATIAN yang tidak pernah dikehendaki oleh siapapun. Padahal Kematian itu pasti. Dengan haru, aku berbisik pada diriku sendiri, “ Ya Allah, jika malam ini aku harus mati, maka Khusnul Khotimahkanlah Aku.” Akupun mengiringi perjalananku menuju MATI ( Tidur ) dengan istighfar sejadi – jadinya.

***

Catatan Ke-enam.

“Alhamdulillahilladzi Ahyaana Ba’da Maa Amatanaa Wa Ilahin Nusyur.” Aku beranjak dari tempat tidur. Kulihat, teman-teman sekamarku masih MATI, belum ada yang bangun. Aku berkata pada diriku, “ ternyata aku masih hidup.” Waktupun terus merambat hingga kemudian adzan subuh berkumandang. Ketika hendak beranjak,kubangunkan teman-teman yang masih Mati agar bangun.Untuk bersama menuju masjid.

Subuhpun terasa syahdu, Pak Imam membaca Asy Saymas di rokaat pertama dan Adh Dhua’ di rokaat kedua. Kombinasi yang cocok untuk mengawali Pagi. Kali ini, Sabtu 11 Jumadil tsani 1432 H. bertepatan dengan 14 Mei 2011 M. Baru sehari setelah Nasehat Kematian yang bertubi-tubi di hari kemarin, Jum’at.

Tiba-tiba, Ustadz Salim dengan pasti menuju arah Microphone. Seperti Pak Ali kemarin, beliau juga membawa selembar kertas putih, CATATAN MISTERI. Aku tak henti - hentinya berbicara pada diriku. Apakah tentang Mati lagi? Apakah ini kelanjutan dari Nasehat Kematian kemarin?

“INNA LILLAHI WA INNA ILAHI ROJI’UN. Telah berpulang ke Rahmatullah, Ibu Nani binti Nano. Alamat RT 01 RW 19. Semoga Allah melimpahkan Rahmat, dan Maghfiroh kepada beliau. Bagi yang ditinggalkan, semoga senantiasa dianugerahi Kesabaran yang berlimpah.” Bunyi Kertas MISTERI itu.

Beliau kemudian menyudahi pengumuman KEMATIAN di pagi itu.

***

Kawan, Mati itu PASTI. Ia tak mungkin bisa kita Tawar. Mati adalah Misteri. Karena siapapun tak pernah tahu, KAPAN DIA AKAN MATI?” Pertanyaannya adalah : Siapkah kita MAti Saat ini ?

Kawan, satu yang ingin saya tekankan. Untuk diri sendiri juga untuk kawan semua. BEKAL MATI. Allah berfirman, DAN SEBAIK BAIK BEKAL adalah TAQWA. Mari persiapkan bekal tersebut, sebanyak mungkin , sebisa Kita. Sehingga ketika Izro’il datang bertamu, Kita telah Siap. Meskipun baru Siap dalam Keterbatasan.

Kawan, saya jadi teringat dengan seorang sahabat. Dua tahun yang lalu, Saya bertanya kepadanya, “ Jika boleh memilih, pada usia berapa kamu MAU mati? Dalam keadaan Seperti apa ?” tanyaku lugu, tanpa merasa bersalah.

Dengan senyum yang menginspirasi, dia menjawab pasti, seakan sudah siap, “ Jika memang diberi pilihan, saya MAU mati pada usia 43 tahun. Ketika itu saya sedang meMUROJA’AH (Mengulang ) Hafalan Qur’an saya.”

Akupun membalasnya dengan senyum , tak aklah manis dari senyumnya, “ Berarti kamu duluan, karena aku berharap MATI pada usia 63 tahun. Ketiak itu, aku sedang sbuk mengurusi sebuah pesantren tahfidz.”

Kamipun kemudin berpisah, dengan memegang keMAUman untuk MATI itu. Semoga Allah mengabulkan mimpi kami, atau menggantinya dengan yang Lebih Baik lagi .

Kawan, Apakah kau sudah siap untuk dicatat dalam kertas MISTERI itu?


Depok, 11 Jumadil Tsani 1432 H.
Ketika Surya mulai menyebarkan apinya. Terik yang menyengat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar