Minggu, 21 Agustus 2011

Memaknai Mimpi, Menuai Hikmah.


Ibrohim ‘Alaihissalam, bermimpi menyembelih anaknya, Ismail Alaihissalam. Mimpi “aneh” itu berulang, tiga kali. Maka, Ibrahim yang pengasihpun mengadukannya kepada Ismail, anak tercintanya. Kata Ibrohim, “Wahai anakku, Aku bermimpi menyembelihmu. Bagaimana menurut pendapatmu?” Ini adalah sebuah pertanyaan pilu. Pasalnya, Kehadiran Ismail sebagai buah hati dari pernikahannya dengan Siti Hajar adalah sesuatu yang sangat berharga. Sebagai sebuah keluarga, kehadiran anak adalah sebuah niscaya untuk melanjutkan estafet kekeluargaan tersebut. Namun, setelah pernikahan keduanya berlangsung lama, anak yang didamba tak kunjung jua hadir. Dan ketika ia hadir, Allah malah menyuruh untuk menyembelihnya, anak semata wayangnya. Sebuah pilihan yang sulit. Bisa jadi, ika perintah itu dibebankan kepada manusia biasa, maka kebanyakan manusia pastilah ingkar. Ia akan berdalih, dengan bermacam alasan.

Namun, tidak demikian dengan keluarga Robbani ini. Ismail yang sholih, secara mengejutkan Meng”iya”kan mimpi ayahnya itu. Kata Ismail lembut, “ JIka itu adalah perintah dari Allah, Tuhan Kita, maka lakukanlah wahai Ayahku. Dan saksikanlah bahwa Aku termasuk orang yang Sabar.” Allahu Akbar walillahil hamd! Lalu, adakah jaman sekarang seorang anak yang mau “disembelih” oleh ayahnya dalam rangka taat kepada perintah Allah dan RasulNya? Bahkan ketika perintah orang tua berupa kebaikanpun, anak jaman sekarang banyak yang menolak dengan dalih beraneka rupa. Semoga Kita dan keturunan Kita, termasuk dalam keluarga yang bersinergi, dalam Taqwa kepada Allah. Amiin Ya Robb.
Kisah ini, saya cukupkan sampai disini. Intinya, Allah memeritahkan Nabi Ibrohim, untuk menyembelih anaknya sebagai awal disyariatkan perintah Qurban, melalui Mimpi. Kita cetak tebal, MIMPI.


Dalam ayat yang yang lain, Allah kembali memberikan kepada Kita bahan renungan. Temanya sama, MIMPI. Kali ini, objeknya adalah Nabi Yusuf dan Ayahnya, Ya’qub ‘Alaihissalam. Sang anak yang tampan itu, bermimpi. Katanya mengadu pada Ayahnya, “Wahai Ayahku, aku bermimpi melihat Sebelas Bintang, Matahari dan Bulan, Semuanya bersujud kepadaku.” Subhanallahi walhamdulillahi wa laa ilaha illallahu Wallahu Akbar ! Kawan, sejenak mari membayangkan, satu matahari saja, sudah seterang siang ini. Satu rembulan saja, sanggup menerangi malam yang gulita, satu bitang saja, bisa menjadi pelita dikegelapan malam, Bi Idznillah. Lalu, seterang apakah jika kemudian berkumpul ke”sebelas”an Bintang, ke”sebelas”an matahari dan ke”sebelas”an Bulan? Maha Suci Allah dengan segala FirmanNya. Tentunya, kita tidak lantas berkata, “Jika sebelas matahari, maka dunia akan hancur kepanansan.” Bukan itu, ini adalah sebuah bentuk keMaha Agungan Allah dengan Hikmah yang diturunkan kepada Nabinya,Yusuf ‘Alaihissalam. Tentunya, Hikmah itu jauh lebih besar dari sekedar bintang, matahari maupun bulan dalam lukisan Mimpi nabi tertampan itu.


Lantas, Apa kata sang Ayah? Ya’qub Alaihissalam kemudian berkata kepada anak kesayangannya itu, “ wahai Anakku, jangan kau ceritakan mimpimu ini kepada saudara-saudaramu.” Tentunya, kita sepakat, jika para saudara Nabi Yusuf diceritakan tentang mimpi tersebut, semuanya akan memberikan “mosi” tidak percaya kepada Yusuf dan kebencian mereka yang bertambah kepada Nabi yang kelak memimpin Mesir itu. Oleh karenanya, Sang Ayah kemudian berpesan agar Yusuf, tidak menceritakan Mimpinya tersebut.


Dalam episode berikutnya, Yusuf dihadapkan pada peristiwa yang sama, MIMPI. Ya! Lagi- lagi Mimpi. Setelah sebelumnya dia sendiri yang bermimpi, kali ini yang bermimpi adalah Raja Mesir. Dalam ayat Empat Puluh Tiga surat Yusuf, difirmankan, “Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering." Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat mena'birkan mimpi." Mendengar penuturan sang Raja, Para pembesar kerajaan Kebingungan dan sibuk menakwilkan mimpi itu. Maka, dengan ijin Allah, sampailah mimpi tersebut kepada nabi Yusuf. Beliau kemudian menafsirkan mimpi Sang Raja. Tentunya, kita wajib percaya terhadap penafsiran Nabi Yusuf. Karena beliu adalah utusan Allah, dan penafsirannya ini terbukti kebenarannya. Kata Nabi Yusuf, “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur." ( Qur’an Yusuf ayat 47 – 49 )


Lagi- lagi kita diajak untuk menelusuri Kedalaman Hikmah yang Allah karuniakan kepada Nabi Yusuf ‘Alaihiissalam. Dan lantaran penafsiran Mimpi beliau tersebut, dimana yag beliau katakan, semuanya adalah benar, maka Yusuf diangkat menjadi Bendahara Kerajaan Mesir kala itu.

Kawan, ini adalah mimpi ketiga. Setelah sebelumnya kita membicarakan Mimpi Ibrahim ‘Alaihissalam, Mimpi Yusuf ‘alaihissalam dan Mimpi Raja Mesir.
Selanjutnya, kita akan mendiskusikan Mimpi Ke-empat, Mimpi Sang Kekasih Allah, Muhamamad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sesaat sebelum genderang  Perang Uhud di tabuh, Sang Nabi mengumpulkan para sahabat. Beliau meminta pendapat para sahabat, akankah kaum muslimin bertahan di Madinah, atau keluar ke uhud, menyongsong Musuh di Gunung mulia itu? Para sahabat yang Rindu Surga, para sahabat yang dikaruniai Basyirah, dimana mereka bisa mencium bau surga ketika di dunia, serta merta berkata, “Ya Rasul, sudah lama kita merindukan Surga. Lama juga kami rindu berperang melawan musuh-musuh Allah. Lalu, mengapa kami harus menunggu kedatangan mereka di madinah? Bukankah akan lebih NIkmat jika kita bersama menyongsong musuh? Memerangi mereka habis-habisan dan kemudian menjadi Syuhada’? atau Kita menang dengan kemuliaan  agama ini?”  Seperti dikomandoi, Para Sahabat meng”iya”kan pendapat tersebut. Mereka sepakat untuk keluar dan menghajar musuh, di Gunung Uhud. Sejenak sebalum hasil musyawarah diputuskan, Sang nabi Mulia bersabda. intinya, bahwa Beliau bermimpi. Dalam mimpinya itu, Nabi melihat ada lembu yang disembelih, Mata pedang beliau tergigir dan Tangan beliau disembunyikan di balik baju besinya. Namun, para sahabat tidak bergeming, dengan strategi yang telah disusun bersama, Rasulullah dan para sahabat Berbaris dalam barisan yang kokoh untuk menyerang musuh, di Sekitar Gunung Uhud.

Mimpi yang dialami oleh Rasulullah di atas, bukanlah mimpi sembarangan. Lembu yang disembelih, diartikan sebagai para sahabat yang terbunuh Syahid. Mata pedang yang tergigir diartikan sebagai bagian tubuh Nabi yang kemudian terluka dalam perang yang dimenangkan oleh Musuh Allah itu. Sedangkan Tangan yang disembunyikan dibalik baju besi beliau, bermakna Bahwa beliau seharusnya berlindung di balik kota madinah. Subahanallahi walhamdulillah. Ini adalah Hikmah. Ini adalah pelajaran, bahwa Para orang sholikh, senantiasa mendapat pelajaran. Sekalipun dari mimpi yang mereka alami. Bahkan, Mimpi yang mereka alami, adalah bagian dari tanda kenabian itu.


Sahabat sekalian, Empat Mimpi di atas, hendaknya menjadikan kita lebih peka. Peka utuk selalu menerima sinyal kebaikan yang Allah berikan. Baik melalui alam maupun mimpi-mimpi Kita. Apalagi Mimpi yang terjadi manakala Kita memulai tidur dengan melakukan sunnah nabi. Dimana kita memulai tidur dengan ritual Kenabian yang diajarkan oleh rasulullah. Mimpi kita kala itu, bisa jadi adalah pertanda kebaikan yang Allah berikan kepada kita, orang-orang beriman.
Tentunya, mimpi-mimpi yang kita alami, hendaknya menjadikan kita semakin dekat dengan Allah. Menjadikan Iman dan Taqwa kita semakin tebal. Bukan sebaliknya.


Maka, ketika kita bermimpi “MATI” , maknanya bisa jadi, bahwa selama ini kita lalai untuk meumpulkan bekal setelah kematian. Kemudian Allah mengingatkan kita lewat Mimpi. Agar kita bersegera mengumpulkan bekal untuk kehidupan akhirat yang lebih abadi. Begitupun ketika kita bermimpi membaca Qur’an, padahal sebelumnya, Kita jauh dengan Kitab Allah itu, maka maknanya, bisa jadi adalah Allah mengehendaki kita agar dekat dengan Alqur’an. Agar kita membacanya, menghafalnya, dan berhukum dengannnya. Dan seterusnya.


Namun, jangan sampai kita salah tafsir. Karena HAMKA, dalam Tasauf Modern menerangkan TIga Jenis Mimpi :  Mimpi dari Allah, Mimpi Dari Setan dan Mimpi yang terjadi karena aktivitas sehari- hari Kita. Artinya, jangan berlebihan dalam memaknai Mimpi, jangan pula terlalu mengabaikannya. Islam, dalam segala hal mengajarkan kita pada sikap pertengahan. MODERAT.


Terakhir, Mari maknai setiap jengkal kehidupan kita. Jangan biarkan setiap kesempatan, setiap kejadian terlewat begitu saja, tanpa kita maknai. Karena HIkmah, adalah milik Orang Mukmin. Maka, dimanapun Kita menjumpainya, Ambillah. Lalu sebarkan.

Mari, megunduh Hikmah, termasuk dalam mimpi-mimpi Kita. Selamat Bermimpi. Semoga Mimpi Indah. Semoga Allah bersama mimpi-mipi Kita. Kalau boleh tahu, semalam kau mimpi apa Kawan?^_^

Senja bertabur Hikmah, Depok 20 Rojab 1432 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar