Selasa, 08 November 2011

Hajja Syahidah


Pagi itu, kami dibuat kagum dengan sesook senja yang bersemangat pagi. Kami berhasil dibuatnya ketinggalan ketika mendatangi masjid saat hendak subuh berjama’ah, kami kalah cepat dalam mengikuti beliau yang menunjuki kami arah ke mushola terdekat. Memang, kami adalah pendatang baru di rumahnya. Karena kegiatan yang mengharuskan kami transit di sebuah rumah tua bernuansa muda itu. Letaknya tidak jauh dari kuburan dan di antara dua mushola. Ketika keluar rumah, kita akan mendapati sebuah pemandangan hijau yang menyejukkan, hamparan padi.Pada perjumpaan pertama itu, saya langsung menyimpulkan : Sepertinya beliaulah salah satu sosok yang dirindukan surga. Insya Allah,Amiin.


Waktu dan kesempatan kemudian semakin mendekatkan saya dengan beliau. Meski tidak terlalu sering, perjumpaan dengan beliau pasti membuat kesan mendalam dalam diri. Terutama dalam hal pengalaman hidup. Beliau hanya lulusan SR ( Sekolah jaman belanda setingkat SD), tapi ilmu kehidupannya sudah setara dengan lulusan S3, Doktor. Maka, beliau adalah salah satu sosok yang saya masukkan ke dalam daftar Guru Kehidupan.


Yang paling khas dari beliau adalah nasehat. Ya, beliau sangat sering meberi nasehat. Nasehat yang diberikan bukan sekedar retorika minim makna. Nasehat yang beliau sampaikan adalah hikmah yang sarat arti. Beliau menasehatkan apa-apa yang telah dijalankannya. Sebelum menjadikan kalimatnya itu sebagai nasehat, beliau telah mengejawantahkannya menjadi laku. Dalam bahasa iklan, beliau termasuk kategori : Talk Less Do More, sedikit berkata banyak berkarya.


Lantas, siapakah sebenarnya beliau?


Sebut saja beliau dengan Bu Hajja Syahidah ( bukan nama asli ). Usianya, sepertinya sudah 70 atau 80 tahunan. Beliau termasuk aktivis di kampungnya. Tercatat sebagai ketua Muslimat NU Ranting. Dan selalu aktif di kegiatan keagamaan islam di desanya yang asri iru. Yang paling luar biasa adalah : Beliau merupakan ibu dari 8 anak berprestasi.
Dua kali beliau menikah. Beliau cerai dengan suami pertama. Beliau pula yang menanggung semua biaya hidup ke-6 anak tinggalan suaminya. Dari sinilah keluarbiasaan beliau mulai menampakkan wujudnya. Dengan bantuan dari Allah melalui keluarganya, beliau berhasil mencemerlangkan ke-6 anaknya tersebut hingga menuju gerbang kesuksesan.


Di tengah perjalanan kesendirian beliau dalam mendidik anak-anaknya itu, datanglah seorang pangeran yang meminang beliau. Seorang Guru Agama yang sholih. Dari pernikahan keduanya ini, beliau dikarunia dua bidadari, Insya Allah. Bidadari pertamanya telah lulus sebagai Sarjana Tehnik Pendidikan di  salah satu Universitas ternama di Kota Semarang dan sekarang mengajar di sebuah sekolah alam yang bernuansa islami. Sedangkan bidadari keduanya adalah calon hafidzah yang sedang menyelesaikan kuliah di salah satu universitas ternama di Negeri ini.


Suami kedua beliau juga tidak berumur panjang. Setelah perginya suami kedua, beliau kembali menjalani kesendirian dalam mendidik. Bukan lagi 6 orang melainkan 8 orang anak. Anak pertama, kedua, dan ketiga laki-laki. Keempat perempuan, kelima dan keenam laki-laki. Ketujuh dan kedelapan bidadari. Hehehe.


Mari sejenak bayangkan, betapa repotnya mendidik 8 anak sendirian? Tanpa didampingi suami yang selayaknya membersamai dalam setiap langkah kehidupan? Ah, jika membayangkan saja susah apalagi menjalaninya?
Terkait anak-anaknya, saya tidak banyak tahu. Meski beliau sering kali bercerita terkait permata hatinya itu. Intinya, semua anaknya ini memang tergolong istimewa, menurut saya. Semuanya sudah mandiri dan tersebar di berbagai penjuru kota. Sebagian besarnya juga lulusan Strata Satu. Ada 3 yang menetap di daerah asal beliau tinggal. Kemudian di Solo, Depok, Jakarta dan Semarang.


Inilah realita, dimana semua anaknya harus merantau karena bekerja, beliau kembali menjalani kesendiriannya. Ya, beliau sering berkata, “ Teman saya itu Allah dan Ibu saya mas. Karena anak-anak sudah punya kehidupan sendiri. Saya hanya mendoakan semoga mereka bisa menjadi anak yang berguna bagi Allah, Rasulullah juga sesama. Makanya, momen yang paling saya rindukan adalah Idul Fitri. Semuanya pulang. Rumah ini jade rame, ribut dan semarak. Ada anak, menantu dan juga cucu. Kalau boleh minta, pinginnya setiap bulan Idul Fitri.” Tutur beliau renyah.


Beliau adalah pribadi yang mudah bergaul, berwawasan luas dan tentunya sholikhah. Beliau juga bermental baja, tak takut sinar surya dan suka bergelut dengan lumpur sawah. Jika sesekali silaturahim ke rumahnya, jangan heran! Bisa jadi beliau tengah sibuk memotong kayu untuk dijadikan bahan bakar yang ukuran kayunya besar, atau baru saja pulang dari sawah. Ya, usia senja benar-benar tidak menghalangi beliau untuk bergerak dan terus berkaya. Dari beliau saya belajar : jangan berhenti melangkah hingga ajal menyapa.


Terkait keseharian beliau, jangan ragukan lagi. Beliau adalah langganan Tahajud. Bahkan beliau pernah menuturkan, “ Kalau sudah tua memang harus rajin mendekat kepada Allah Mas. Karena ajal sudah dekat. Alhamdulillah, hampir setiap hari saya menjalankan tahajud, dilanjut sholat sunnah fajar dan kemudian keluar rumah menuju masjid untuk Subuh berjama’ah. “ Beliau melanjutkan, “ Tapi ini bukan pamer. Hanya cerita agar mas termotivasi. Hehehe.” Ketika materi ini yang beliau sampaikan, wajah saya langsung berwarna merah muda : Malu.


Jika berdiskusi dengan beliau, kita tak mungkin kehabisan ide. Beliau hampir tahu setiap peristiwa nasional yang terjadi. Mulai BBM naik, kandidat Pilpres, bahkan buku-buku terbaru yang beredarpun beliau faham. Kau tahu asal muasalnya saya membaca Novel Negeri 5 Menara karangan Ahmad Fuadi? Beliaulah penyebabnya. Ketika silaturahim ke rumahnya, beliau bertanya, “ Sudah baca Negeri 5 Menara Mas?” Dengan malu saya menjawab, “ Belum Bu.” Apa  jawaban beliau, “ kalau ada rejeki beli ya! Saya sudah membacanya. Bagus sekali. Baik buat motivasi.” Langsung saja, sesampainya saya di Depok, Allah memberikan novel itu lantaran seorang teman sehingga sayapun melahapnya sampai ludes.


Bukan hanya itu, kami pernah berdiskusi tentang Ayat – Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Laskar Pelangi dan novel-novel best seller lainnya.


Nampaknya, cerita saja sudah terlalu panjang. Saya akhiri saja dengan nasehat beliau, ketika saya mengunjunginya bulan Mei lalu, “ Gapailah Mimpimu setinggi mungkin. Sesuaikan dengan kemampuan. Jangan ketinggian. Agar ketika jatuh, kau tidak merasakan sakit yang berlebih.” Nasehat itu kemudian saya lanjutkan,dalam hati,  “ Jika mampu menggapai langit ketujuh? Mengapa harus puas dengan langit pertama?”


Beliau telah memberikan kita contoh. Bahwa hidup harus terus dilanjutkan. Apapun alasannya. Apalagi sebagai seorang beriman yang menjadikan hidup sebagai perburuan bekal untuk kehidupan akhirat yang lebih abadi. Maka, beruntunglah beliau dan orang-orag semisalnya. Semoga Allah memberi keistiqomahan kepada beliau, dan kita semua. Hingga ajal menjemput. Amiin.


Maka, Beliau adalah wanita dengan berjuta pesona. Semoga Allah telah menyiapkan pengeran di surga sebagai hadiah untuknya. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar